Thursday 14 September 2017

Belajar dan mengajar: wali kelas di Gontor


Beberapa hari saya ke Gontor, dua hari disana dan menginap semalam di Bapenta. Seperti biasa, saya banyak menghabiskan waktu sharing dengan Bapak/Ibu wali santri disana. Bagi saya ini menyenangkan sebab saya awam sekali tentang Gontor, jadi memang harus banyak belajar. Gak cukup anaknya yang menyesuaikan diri, wali santrinya juga harus menyesuaikan diri. Kayak sesederhana tidur di Bapenta, bahkan di rumput-rumput, saya yakin gak ada di tempat lain jenguk anak berasa kemah.

Singkat cerita, saya sharing dengan Ibu Wali Santri, Mama Dhanti, dari Bogor. Beliau cerita banyak sekali dan memberi saya insight baru. Namun ada satu bagian yang bikin saya terharu, membuat saya sangat bersyukur atas segala yang Allah sudah atur. Beliau cerita, tentang bagaimana peran ustadzah (wali kelas) dalam membangtu proses belajar dan adaptasi anaknya terutama ketika awal-awal anaknya masih goyah. Pada kelas 1 ustadzahnya baik dan sangat perhatian, Alhamdulillah ini membantu sekali karena Dhanti merasa nyaman dan bisa survive sebab ustadzahnya tau pola belajarnya Dhanti. Namun kelas 2 ternyata Ustadzahnya adalah mahasiswa skripsi, jadi dia memiliki kesibukan ekstra.

Di Gontor itu berbeda dengan di sekolah umum, kalau di sekolah umum guru ya guru murid ya murid. Tapi tidak dengan di Gontor, sebab murid bisa sekaligus juga guru. Santri/santriwati kelas 6 mereka statusnya adalah santri, namun sekaligus menjadi ustadz/ustadzah karena bertugas mengajar di pelajaran sore. Begitu halnya mahasiswa (pengabdian) Unida, mereka berstatus mahasiswa sekaligus pengajar untuk santri/santriwati. Pagi sampai siang mereka bertugas mengajar, nanti sore sampai malam mereka kuliah. Dengan padatnya kegiatan tersebut, menjadi masuk akal ketika waktunya akan banyak tersita dengan kesibukannya sendiri saat skripsi. Manajemen waktunya benar-benar harus ekstra ganda supaya semua tetap berjalan semestinya.



Wali kelas di Gontor tidak hanya sibuk saat masa-masa ujian dan menjelang pembagian rapot saja. Sebab setiap harinya mereka juga punya tugas lain, diluar tugas mengajar di kelas. Seperti membantu santri/santriwati belajar di luar kelas kalau ada yang kurang, belum lagi kalau ada santri/santriwati yang setor hapalan. Terlebih lagi kalau ternyata wali kelas itu juga bertugas di bagian KMI (akademiknya Gontor), yang diurus jelas akan lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain.

Alhamdulilah, Allah kasih saya kesempatan mendengar cerita itu. Rasanya gak tau diri banget kalau sampai saya gak bersyukur. Kalau saya bisa lulus 3,5 tahun itu wajar, sebab waktu saya sepenuhnya untuk skripsi saja. Beda halnya dengan Mahasiswa Unida Gontor, dengan peran ganda mereka mengemban tugas yang gak sedikit menurut saya. Terlebih lagi pas skripsi mata kuliahnya juga masih banyak, beda sama saya yang dulu tinggal 3 aja. Alhamdulillah Allah kasih pelajaran ini, saya banyak-banyak introspeksi diri dan jadi lebih menghargai. Semoga Allah senantiasa lancarkan segalanya.

Mengutip berita dari situs resmi Gontor

Setiap hari ada 2 waktu ujian, jam pertama pada sore hari (15.45-17.00) dan jam kedua pada malam hari (19.00-20.15). Meski begitu, para mahasiswa yang memiliki jadwal mengajar pada pagi harinya tetap menjalankan tugasnya sebagai pengajar di dalam kelas. Hal itu membuat suasana ujian semakin dirasakan oleh para mahasiswa. Tak hanya ujian akademis, tapi juga ujian mental dan kemampuan dalam mengatur waktu serta pikiran, demi menjalankan tugas yang telah diamanatkan dengan adil dan bertanggungjawab. Semoga seluruh elemen di PMDG diberi kemudahan oleh Allah dalam mengemban amanat dan tugasnya, khususnya kepada mahasiswa guru yang sedang menjalani UTS, semoga dilancarkan dan diberi hasil yang terbaik.
Share:

0 comments:

Post a Comment