Sunday 18 February 2018

Life balance

Salah satu prinsip hidup yang saya pegang banget adalah Life Balance. Rasanya ini pula yang kemudian mempengaruhi banyak keputusan besar di hidup saya. Tiba-tiba hari ini saya pengen menulis tentang ini, setelah sekian lama saya banya bicara seperlunya bahkan bungkam. Ada hal-hal yang memang tidak perlu diperdebatkan dan hanya untuk diri sendiri, ya prinsip hidup salah satunya. Saya, kamu, mereka, dan semua orang berhak atas prinsip dan hidupnya sendiri-sendiri. Selama kita yakin akan kebenaran pilihan kita ya terus maju, sekalipun berbeda dan sering dipertanyakan ya gak masalah. Berbeda bukan berarti salah, pun yang banyak dilakukan orang belum tentu benar. Toh pada akhirnya yang dimintai pertanggung jawaban Allah atas amal perbuatan kita adalah kita sendiri.

Prinsip hidup ini berkaitan erat sekali dengan keputusan saya untuk pulang kampung sehari wisuda. Kesannya buru-buru dan memang begitu adanya. Saya sadar bahwa peluang dan kesempatan tentu lebih banyak di Jakarta. Kehidupan lebih dinamis dan challenging, mungkin akan sangat baik untuk fresh graduate yang sedang mencari jati diri seperti saya. Kalau bicara soal materi juga jelas lebih besar, sederhananya saja lihat angka UMK jelas jauh beda. Akses transportasi juga mudah di jakarta, semuanya ada. Saya suka menyebut semua hal yang ditawarkan Jakarta dengan istilah "gemerlap Jakarta". Lalu alasan apa yang membuat saya memutuskan untuk pulang kampung sedini ini?

Awalnya saya juga seperti kebanyakan orang, anak muda penuh ambisi yang ingin punya karir tetap dan mapan secara finansial sesegera mungkin. Tapi seiring berjalan waktu, Allah yang Maha Membolak-balikkan hati seperti meyakinkan saya bahwa "Jakarta isn't my place". Saya sebagai seorang muslim meyakini bahwa akhir kehidupan ini bukan kematian, melainkan ada kehidupan selanjutnya. Justru itu yang abadi, sedangkan dunia ini hanya sementara. Jadi semua balik ke diri kita mana yang perlu kita jadikan prioritas utama?

Setiap orang punya dan berhak atas prioritasnya sendiri-sendiri. Sehingga ketika saya berpegang pada prinsip life balance, maka otomatis prioritas hidup saya juga selalu mengutamakan itu. Apa yang sebenarnya harus seimbang?

Antara urusan dunia dan akhirat
Antara karir dan keluarga
Antara materi dan mengabdi
Antara sosial dan individu
Dll

Rasanya dunia sekarang sudah diluar logika manusia dan saya tidak pengen itu terjadi di keluarga saya nanti. Saya lahir dan besar di keluarga yang Alhamdulillah harmonis, tapi saya tahu dan bisa merasakan bagaimana beratnya perceraian dan anak dari broken home. Jadilah sedini mungkin saya pengen mewanti-wanti jangan sampai itu terjadi. Saya wanita, kewajiban terbesar saya ada di rumah. Saya pengen membangun keluarga surgawi, mencetak generasi islami yang siap mengawal peradaban umat. Bagaimana mungkin saya bisa mewujudkan itu jika waktu saya habis di kantor atau bahkan di jalan? Bagaimana mungkin saya bisa mencetak generasi islami jika pendidikan dini anak justru saya serahkan ke baby sister, yang mungkin kita juga tidak tahu bagaimana latar belakangnya.

Kenapa harus mikir sekarang, emangnya sudah punya anak sekarang? Urusan mendidik anak jangan disamakan dengan belajar masak yang bisa dilakukan sambil lihat tutorial. Cabe gak akan protes kalau di uleg kurang halus, pun ayam gak akan teriak-teriak kalau diangkat pas masih keras, begitupun nasi gak akan nangis kalau kebanyakan air. Masak bisa trial dan error, sedangkan mendidik anak tidak. Nasi yang kebanyakan air masih bisa sekalian dibikin bubur, kalau anak yang salah treatment bisa kita apakan? Waktu tidak bisa berputar, hitam atau putihnya anak tergantung kita orangtuanya karena sesungguhnya bayi lahir dalam kondisi yang putih suci.

Share:

0 comments:

Post a Comment