Sunday 15 April 2018

Perihal mengikhlaskan


Awalnya saya berpikir bahwa melepaskan dan mengikhlaskan itu adalah duel antara perasaan dan pikiran. Semakin besar kita mengedepankan perasaan, biasanya akan makin susah untuk melepaskan. Sehingga mungkin satu-satunya untuk berdamai dengan keadaan adalah memenangkan logika pikiran. Ternyata saya salah, bahkan salah besar. Berhari-hari bahkan lewat satu bulan rasanya kok masih berat hati. Tapi saya tahu dan yakin, bukan hanya saya yang mengalami ini. Ada hati lain yang juga berjuang keras menahan diri, dari apa? Dari hal yang tidak diridhoi Ilahi

Ridho Allah, itulah kata kunci yang membawa pada ketenangan hati. Perasaan mudah sekali berubah, kemarin seolah-olah sangat yakin tapi tiba-tiba muncul keraguan. Sebaiknya kita juga menghindari mengambil keputusan ketika emosi, sebab besar kemungkinan itu datangnya dari syaitan. Itulah sebabnya banyak yang akhirnya hanya mendapat penyesalan. Lalu mudah saja kita terjebak dalam ketidaktegasan, mudah datang dan pergi lagi tanpa pernah bisa konsisten.

Begitupun dengan logika, tidak semua hal bisa dipaksakan. Perasaan itu adalah fitrah, bersumber dari hati bukan dari pikiran. Ketika berusaha memenangkan logika, yang ada malah kita capek sendirian. Sebab pikiran berkata tidak tapi hati terus saja berkata ya, dominan perasaan. Bukan hal mudah pula untuk bisa melihat fakta dengan objektif ketika kita sudah terbawa perasaan. Yang buruk akan lenyap dengan pemakluman dan semua yang terlihat hanya kebaikan. Lalu, hal apa yang sekiranya kuat sehingga bisa mengalahkan perasaan? Pasti ini juga melelahkan, sebab justru kita berkonflik dengan diri sendiri, logika vs perasaan.

Alhamdulillah, akhirnya sekarang saya sudah mendapat ketenangan. Setelah proses yang cukup panjang, melalui doa serta nasehat para Gurunda dan inspirasi saya. Seharusnya saya bersyukur, sangat bersyukur sebab Allah gerakkan hati untuk mengambil keputusan yang bahkan saya sendiri juga gak mengerti kok bisa saya seberani itu. Tenyata itulah Allah yang sedang menjalankan rencanaNya, lewat cara ini mungkin Allah ingin menjaga kami berdua. Semakin kesini sayapun menyadari bahwa ada yang salah. Tidak boleh ada pembenaran apapun disini. Salah ya salah, kecil atau besar tetaplah salah. Sekarang saya (dan mungkin juga dia) benar-benar berusaha menahan, bukan karena kebencian tapi sebab Iman. Jika iman yang menjadi alasan, insyaAllah Allah juga yang akan memberi keteguhan pada sebaik-baik pilihan.  

Saya yakin, kita sama-sama memiliki tujuan yang mulia. Alangkah lebih mulia jika tujuan kita itu juga kita dapatkan dengan cara yang baik, dengan cara yang lebih Allah ridhoi. Mari kita sama-sama berbenah, supaya segalanya lebih berkah. Kita perbaiki semua yang salah biar lebih sesuai syariah.  Saya bersyukur, dengan seizin Allah kamu dan aku insyaAllah sama-sama mengerti akan hal itu. InsyaAllah tidak ada buruk sangka diantara kita, sebab kita sama-sama ridho dan sudah menyerahkan segalanya kepada Allah. Saya bersyukur sekali, merasa Allah begitu menyayangi kami. InsyaAllah lewat kejadian ini, kami menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Lebih sabar, lebih beriman, lebih banyak belajar, dst. Indah, sangat indah sekali ketika ada dua orang yang saling mengikhlaskan sebab mengerti ada iman yang harus dijaga melebihi perasaan. Cukup doa yang menghubungkan kita, pun lewat doa kita saling menjaga. Alhamdulillah ala kulli haal. 


Kotamu dan Kotaku

17 April 2018



Share:

0 comments:

Post a Comment