Tuesday 21 October 2014

Rating/share hidup dan mati suatu program

Postingan ini aku berbagi tentang materi di pengantar penyiaran.  Kenapa suatu program atau acara TV bisa bertahan lama bahkan menjadi favorit? Apa hubungan antara program tv, audience, rating/share , dan advertising? Temen-temen mungkin sering bertanya, Kenapa sih sinetron ini masih tayang terus? atau pernah juga bertanya, padahal tayangan ini kan bagus mendidik tapi kenapa kok dihentikan?

Siapa yang menentukan acara / program ini lanjut atau berhenti? Programming. Jadi ada suatu bagian namanya Tv programming, dia yang menentukan kelanjutan acara. Lalu apa dasar penentuannya? Patokannya adalah angka rating/share program tersebut. Disini lebih mengacu pada kuantitas rating, bukan kualitas program. Jadi sebenarnya jika kalian mempertanyakan sinetron A kenapa masih tayang terus bahkan lebih dari seribu episode, tentu jawabannya karena ratingnya tinggi. Angka rating itu sendiri mengindikasikan jumlah orang yang menonton program tersebut dari seluruh populasi penonton. Berarti dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya masih lebih banyak orang yang suka daripada yang tidak suka. Sementara ini rating tertinggi program tv di Indonesia masih di pegang oleh sinetron dan ajang pencarian bakat. Bahkan program sekelas kick andypun ratingnya masih kalah dengan sinetron yang kalian pandang sebelah mata.

Sebenarnya kenapa rating sangat berpengaruh? Hal ini karena rating merupakan indikator pengukur khalayak yang menjadi audience acara tersebut. Sehingga semakin tinggi rating maka semakin banyak pula audience yang artinya banyak pula orang yang bisa menjadi target iklan. Semakin tinggi rating suatu acara maka semakin mahal pula harga 1 slot iklan yang ditawarkan. Satu slot iklan akan berdurasi 30 atau 60 second. Rating dari Indonesian Idol selalu masuk dalam jajaran atas, coba tebak berapa harga satu slot iklan 30'? Harganya 18 juta pada tahun 2004.

Sebenarnya jika ratingnya rendah terus kenapa sih? Jika sebuah acara ratingnya rendah itu tandanya program tersebut tidak banyak diminati audience, itulah kenapa program tersebut juga tidak memiliki nilai jual untuk para pemasang iklan. Disinilah masalahnya, iklan adalah sumber pendapatan terbesar yang mencover biaya produksi, Jadi kalau tidak ada iklan berarti tidak bisa produksi lagi. Supaya mudah untuk mencontohkan, kita menggunakan contoh koran yang jelas terukur berapa jumlah pembaca dari berapa total penjualannya. Sebenarnya biaya produksi koran itu mahal, tapi bagaimana kita bisa membeli koran sekelas kompas dengan harga Rp 4 ribu? hal itu karena adanya iklan-iklan yang dipasang di kompas. Pernah aku baca disebuah buku yang lupa sumbernya, bahwa 3/4 dari biaya produksi dicover oleh iklan. Sementara uang penjualan itu hanya mencover 10%.

Dari sini kita dapat simpulkan bahwa keberlangsungan sutu program tidak berdasar pada kualitas program itu. Namun lebih mengarah pada kuantitas rating/share. Ada program yang sebenarnya bagus nilai edukasinya, bahkan juga produksinya namun karena ratingnya rendah sehingga dihentikan. Tapi ada juga program yang sekedar bikin orang ketawa joget-joget justru bertahan bertahun-tahun karena banyak yang nonton jadi ratingnya tinggi. Sekarang pertelevisian kita terutama tv komersil memang berlomba-lomba mengejar rating, itulah kenapa sering kali jika suatu stasiun tv membuat program baru yang terlihat sukses maka stasiun lain juga akan menciptakan program sejenis. Dunia televisi tidak bisa dilepaskan dari dunia bisnis yang mana ada orientasi profit, sehingga fungsi utama televisi sering kali bias oleh kepentingan bisnis.

Share:

0 comments:

Post a Comment