Saturday 13 September 2014

Setiap hari seperti menggadai nyawa di Margonda

Setiap hari saya seperti menggadaikan nyawa di jalan yang bernama margonda. Bagaimana tidak, kita harus membelah jalanan sepadat itu tanpa adanya bantuan jembatan penyebrangan. Jalanan ini ibarat jantung kota depok, jika di daerah Kediri mungkin ini seperti jalan dhoho. Tapi beda, meskipun jalan dhoho adalah pusat pertokoan sekaligus jalan penghubung Kediri-Tulung Agung tetapi masih banyak jalan lain yang bisa kita lewati. Sedangkan margonda seperti jalan satu-satunya dari Depok menuju Jakarta jadi semua kendaraan berpusat ke margonda dan diperparah dengan banyaknya pertokoan serta angkot yang banyak sekali. Ya bisa dibayangkan kira-kira bagaimana kondisinya.

Ini jalan utama yang lebarnya bukan hanya 2 mobil, ini juga bukan jalan veteran yang 2 lajur sekaligus. Saya tidak tahu berapa langkah yang kita butuhkan untuk menyebrangi jalanan ini, tapi yang jelas setiap kita melangkah jangan pernah lengah. Kamu jalan 1 langkah  kendaraan bunyikan klakson, kamu melangkah lagi kendaraan mulai melambat, ketika kamu sudah benar-benar ditengah itulah kendaraan baru benar-benar berhenti yang terkadang jaraknya hanya hitungan cm. Meskipun kendaraan satu berhenti , kita harus tetap hati-hati. Mungkin 1 mobil berhenti , tapi motor dari belakang tidak mau berhenti. Bisa juga motor berhenti, tapi justru mobil langsung banting kemudi. Ya begitulah ibu kota.

Jangan tanya pernah tidak terjadi kecelakaan? Pasti pernah. Kadang ada saja mobil yang nekat jalan padahal mobil sampingnya sudah berhenti. Ya tentu saja kami pejalan kaki yang mendapat bahaya. Sering juga motor yang tidak ambil haluan sehingga nabrak kendaraan depannya. Sebenarnya di jalan ini ada zebra cross lengkap dengan rambu-rambu penyebrangnnya. Tapi sayangnya merahnya lama sekali dan itupun juga belum tentu pas hijau kendaraan mau berhenti. Dulu pernah ada orang marah karena ada orang nyebrang pas merah. Kayaknya aneh aja kalau dia marah, sementara pas hijau juga gak mau berhenti. Ini namanya mau menangnya sendiri , hak orang lain dia gak peduli. Tapi gak semua seperti itu, saya makasih banget sama orang-orang yang dengan kemurahannya berhenti dan memberi sinyal ke kendaraan dibelakangnya supaya berhenti juga. Saya juga makasih banget sama kendaraan-kendaraan yang dengan sabar menunggu kami selesai menyebrang baru jalan.

Perjuangan kami untuk ke kampus bukan naik turun bukit, bukan juga merayap di jembatan rusak atau bahkan naik sampan ke pulau seberang. Tapi saya seperti ciut nyali kalau setiap hari harus menggadai nyawa disini. Saya tidak menyalahkan ataupun membenarkan pengguna kendaraan atau pejalan kaki, karena semua punya hak. Tapi tolong saling menghormati, kita sama-sama tidak mau kehilangan nyawa di tempat ini. Semoga Tuhan selalu menjaga kita semua. :)

Share:

0 comments:

Post a Comment