Tuesday 23 September 2014

Kita berlawanan arah

"Melangkahlah kemanapun engkau ingin melangkah, sesungguhnya bukan lagi pikirku yang mengendalikanmu tapi hatikulah yang menuntunmu"
Aku seperti debu yang diterbangkan oleh angin tanpa bisa memilih kemana angin menerbangkanku. Tidak ada tujuan, aku bosan di keramaian, dimana bisa kutemui ketenangan? Aku berencana menghabiskan waktu di sebuah tempat makan, tapi nyatanya disanapun aku tak menemukannya. Hanya kesana untuk makan lalu aku pergi lagi dengan harapan tempat lain yang akan kudatangi memberi suasana yang lebih baik. Tak sampai kakiku menginjak tempat itu pikiranku sudah ragu. Sepertinya disana bukan tempat yang tepat karena disana justru banyak lalu lalang. Setelah aku naik bis kuning , kamu tahu akhirnya aku turun dimana? Jika kamu menebak fisip, jawabanmu salah. Aku melangkah tanpa arah sampai akhirnya tibalah aku di suatu tempat dimana aku selalu mendapat ketenangan, tempat ini selalu menjadi candu terutama saat aku hilang arah.

Saya bukan tipe orang yang mudah memperlihatkan kepanikan saya di depan orang. Orang tidak pernah tahu seberapa saya panik, inilah kenapa orang menilai saya orang yang tenang. Padahal jauh di dalam hati dan pikiran sungguh tidak begitu. Saya tahu benar bahwa saya sangat mudah panik, itulah kenapa saya selalu belajar untuk mengendalikan. Jauh sebelum deadline selalu saya usahakan tugas itu sudah selesai karena saya tahu kalau terlalu mepet pasti saya panik. Begitupun masalah, lebih baik mengantisipasi supaya kondisi ideal itu selalu ada. Kita memang tidak mungkin hidup tanpa masalah tapi setidaknya ketika ada masalah itu bukan masalah yang dulu pernah menghampirimu di waktu sebelumnya. Kalaupun kamu menghadapi masalah yang sama, tentu itu bukan lagi menjadi masalah karena kau sudah lebih pintar menyelesaikan itu.

Tapi sayangnya akhir-akhir ini aku gagal mengendalikan diriku sendiri sampai aku harus makan dan makan lagi untuk mengalihkan semua kesuntukan itu. Kadang saya tidak suntuk dengan tugasnya tapi dengan partnernya. Tugas hanyalah sebuah aktivitas yang menunggu dikerjakan tanpa pernah berontak tentang bagaimana caramu menyelesaikan. Saya kadang lelah mengikuti apa kata orang yang dengan mudahnya menyalahkan seolah-olah dia tidak pernah salah. Jika kamu tidak mau mengucapkan terimakasih, setidaknya kamu juga tidak menghardik kerjanya. Jalan pikiran kita berbeda atau mungkin saya yang kelewat perasa. Selama ini saya coba percaya kamu dengan mengabaikan penilaian orang, tapi akhirnya sayapun terpaksa membenarkan itu. Semoga Tuhan selalu meridhoi usaha kita semua. :)

MUI adalah satu-satunya tempat yang memberikan ketenangan lahir batin tanpa perlu kau menyiksa perasaanmu sendiri memikirkan orang yang tak memikirkanmu.

Share:

0 comments:

Post a Comment