Sunday 10 January 2016

Review nonton bareng film tausiyah cinta




Kediri, 10 Januari 2016. Semoga belum telat membahas film tausiyah  cinta yang cukup membuat saya penasaran dari bulan lalu. Sebenarnya di Depok waktu itu sudah ada nonton bareng tanggal 6 Desember, tapi mau UAS saya pending dulu dan nunggu tayangnya saja. Sampai akhirnya saya pulang ke Kediri film ini belum tayang juga, ternyata baru tayang serentak 7 Desember. Meskipun begitu, kalau kamu mau nonton film ini di golden ya belum ada. Tayang serentak itu biasanya buat XXI dan blitz megaplex, ya beda kelas jadi golden jadi makmum ajah. haha. Kayak yang lain udah tayang serentak, disini baru masuk list coming soon. Tapi syukur setidaknya ada bioskoplah, gak kayak yang sering dipertanyakan teman-teman kuliah saya, "Di Kediri ada mall sama bioskop gak?". haha.


Film tausiyah adalah film religi yang sangat kental dengan unsur-unsur dakwah. Film yang disutradarai oleh Humar Hadi berkisah tentang kehidupan seorang  businessman muda sukses bernama Lefan Aurino (Diperankan oleh Rendy Herpy) yang dipertemukan dengan seorang arsitek muda dan sholeh bernama Azka (Hamas Syahid) dan kemudian jatuh cinta dengan mahasiswi sholehah nan cantik bernama Rein (Kareina Zahra). Sebenarnya Lefan juga berasal dari keluarga religius, namun sayang ia harus menjadi korban broken home ketika papanya meninggalkan mamanya dan memilih wanita lain. Bahkan ketika mama dan kakaknya meninggal, lalu ia tinggal hidup sendiripun tetap tidak bisa menerima papanya. Oleh sebab itu, ketika bertemu dengan Azka ia seperti melihat seorang yang penuh karisma dengan keteduhannya. Sementara itu, ia jatuh cinta kepada Rein yang mirip seperti kakaknya.


Lefan melihat Azka sebagai orang yang sangat baik, meskipun disibukkan dengan kegiatannya sebagai arsitek namun hafalannya tetap terjaga dan selalu menjumpai Allah dengan shalatnya. Lefan yang merasa hidupnya tidak terarah, tidak menemukan ketenangan hati dan hanya mengejar urusan dunia, menanyakan kepada Azka apakah ia tidak bosan dengan hidupnya yang terkesan sangat datar. Disisilain, ia meragukan keadilan Tuhan terhadap keluarganya. Mama dan kakaknya seorang wanita sholehah, bahkan kakaknya seorang pedakwah. Namun mamanya harus tersakiti oleh papanya, sementara kakanya harus menderita penyakit pencernaan kronis hingga merenggut nyawanya. Lefan terus menanyakan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada Azka yang selama ia pendam dalam hati.

Lefan dan Azka terlibat dalam suatu projek untuk menggarap usulan inovasi dari seorang mahasiswi (Rein) tentang daur ulang air wudhu. Saat mendengarkan presentasi Rein, lefan merasa ada yang tak biasa hingga kemudian ia terus terbayang-bayang. Lefan bermaksud untuk mengenal Rein lebih dekat  melalui murabinya. Sampai akhirnya ia benar-benar mantap dan menemui ayahnya Rein untuk menyampaikan niat baiknya untuk meminang Rein. Namun sayang, dengan istikharah dan segala pertimbangan Rein tidak menerima pinangan Lefan. Setelah kejadian itu, ayahnya yang bertindak untuk mencarikan Rein pedamping dengan mengunjungi masjid untuk mencari pemuda sholeh yang pernah ia lihat. Tidak lain pemuda itu adalah Azka, pemuda sholeh yang saat itu sedang menyetor hafalan  kepada seorang Ustadz di masjid tersebut. Namun sayang, Azka sudah lama tidak ke Masjid itu lagi dan menghilang dari kehidupannya.

Pada suatu ketika saat meninjau proyek, Azka tertimpa musibah. Lampu yang menjatuhinya membuat serpihan kaca masuk ke matanya dan membuat matanya menderita kebuataan total. Titik inilah yang kemudian membuat Azka seperti bukan Azka yang dulu. Azka yang selalu optimis kini sangat murung dan depresi. Pada saat yang sama, Ibu Azka sedang koma di rumah sakit. Ia merasa hidupnya sudah tidak berguna dengan kondisinya, bahkan ia memutuskan untuk pulang kampung ke Surabaya dan resign dari pekerjaannya sebagai arsitek. Lefan sebagai teman baiknyapun turut menyemangati Azka dengan mengunjunginya ke Surabaya, namun Azka justru menyuruhnya segera pulang. Azka belum bisa menerima musibah yang menerimanya.

Akhir ceritanya, Azka bertemu dengan sahabat lamanya bernama Fatih (Irwansyah) yang kemudian memberikan  semacam dorongan spiritual kepadanya dan juga menawarkannya berobat ke Jerman. Rein menikah dengan Afian, seorang pemuda sholeh yang juga penulis pilihan ayahnya. Sedangkan Lefan seperti melihat perubahan dari Papanya. Lefan belajar dari semua kejadian yang ada melalui Mamanya, Kakaknya, Azka, Rein dan Afian.


Menurut saya film ini memang kental dengan unsur-unsur dakwah namun tidak memaksa. Artinya ceritanya mengalir, realistis dan masih bisa diterima logika. Memang ceritanya sederhana, tapi kayak setiap kata dalam film itu memiliki makna yang dalam meresap dalam jiwa penonton (khusunya saya). Misalnya saat Lefan bilang kepada Azka kurang lebih seperti ini"  "Apa karena lo merasa terlalu sholeh lalu Tuhan tidak berhak menguji lo? sombong lo ya". Banyak banget sih, apalagi pas Lefan kayak nulis dalam buku diary gitu. Kata-katanya sangat dalam dan puitis, jleb jleb jleb. haha. Intinya filmnya bagus, tapi kok saya merasa durasinya pendek banget dan endingnya kayak kurang jelas. Kayak tiba-tiba udah muncul credit titlenya. haha.



Share: