Komunikasi, sebuah kegiatan yang sehari-hari kita lakukan baik tanpa sadar ataupun tidak. Sepele memang, komunikasi bisa sesederhana mengangguk dan menggeleng tapi efeknya bisa luar biasa. Sayangnya memang kepribadian dan pandangan orang itu beda-beda. Ada orang-orang yang menganggap diam itu lebih baik, dan sebaliknya. Padahal saya yakin setiap orang pasti ingin dimengerti. Lalu bagaimana orang lain bisa mengerti kalau kamu saja tidak mau berusaha membuat orang lain mengerti. Bahkan psikologpun butuh jawaban kamu untuk mengerti psikologis kamu. So, let's speak up guys. Orang lain tidak akan mengerti dengan sendirinya, jangan berpikir mereka bisa membaca pikiran kamu. Kecuali orang-orang tertentu, ya lain cerita.
Lalu apakah perbedaan itu akan jadi masalah? Lagi-lagi ini kondisional, kalau kamu bahas perbedaan agama di pernikahan ya itu mungkin akan jadi masalah, buat sebagian besar orang. Tapi lagi-lagi kita bahas perbedaan secara general aja, bukan hal-hal prinsipil seperti itu. Misalnya, kalau bicara harusnya mungkin kita akan berpikir bahwa semua orang indonesia suka makan nasi. Nah kamu gak bisa bicara harusnya, inget bahwa setiap orang punya pikiran, pandangan dan kepercayaan masing-masing. Mungkin ada orang yang suka makan nasi, baik dengan alasan sekedar tidak suka atau bisa juga alasan kesehatan. Lalu apa ini akan jadi masalah? ya enggak juga, perbedaan ada bukan untuk dipermasalahkan tapi untuk ditoleransi kan. Toh setiap individu punya hak kebebasan masing-masing, entah kebebasan apapun itu. Selama tidak mengganggu dan merugikan hak orang lain, ya udah perbedaan itu hal biasa.
Sayangnya negara kita termasuk negara kolektivis, jadi kayak lebih percaya diri kalau rame-rame. Efeknya, yang banyak pengikutnya dianggap lebih benar. Padahal belum tentu dan kitapun harus menghormati hak minoritas karena mereka juga punya hak yang sama. Tapi karena budaya kolektivis tadi, seringkali yang terjadi adalah minoritas jadi enggan menyuarakan pendapatnya. Lalu mereka terpaksa dan dipaksa menyetujui kelompok mayoritas. Padahal menurut saya semakin kesini orang semakin terbuka dan bisa toleransi dengan perbedaan.
Misalnya izinkan saya mengambil contoh apa yang dilakukan kelompok LGBT, terlepas dari LGBT itu benar atau salah ya tentunya. Mereka tentu saja kelompok minoritas di negara kita, bahkan mungkin di dunia. Bagi saya ketika mereka mau terang-terangan keluar ke publik, itu tindakan yang luar biasa. Lagi-lagi saya tidak mengatakan mereka salah atau benar, tapi yang jelas karena mereka berani muncul ke publik, berani menjelaskan semuanya maka efeknya juga luar biasa. Kita, khususnya saya, jadi tahu sudut pandang mereka. Kita tidak lagi menganggap bahwa itu kemauan dan pilihan mereka, karena ternyata ada pengaruh faktor biologisnya. Pernyataan mereka kemudian di dukung oleh pernyataan-pernyataan ahli di bidang medis. Publik juga jadi tahu ternyata ini bukan penyakit jiwa. Kalau dalam konteks ini efeknya bisa macam-macam, tergantung siapa penerima pesannya.
Intinya saya mau bilang, setiap orang punya hak kebebasan berekspresi. Katakanlah, ekspresikanlah apa yang kamu yakini, sekalipun kamu minoritas. Urusan benar salah itu nanti, akan ada masanya dimana hanya kebenaran yang bisa bertahan. Toh berproses itu wajar, hidup ini dinamis dan benar salah itu bisa relatif. :)
Dulu saya sempat menjadi aliran diam itu emas, saya pikir biar waktu yang menjawab semuanya. Saya juga sering baca quote di status dan display picture orang-orang, seperti ini:
"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percayai itu" - Ali bin Abi ThalibYa ini ada benernya juga, ingat ya tidak ada yang sepenuhnya salah dan sebaliknya. Semua kondisional, tapi kita bicara secara general aja. Coba bayangkan kalau dulu Pejuang-pejuang kita tidak memberontak dan berpikir ya udah sih penjajah kan juga manusia harusnya dia juga punya rasa kemanusiaan biar nanti dia sadar sendiri kalau yang dilakukannya salah. Oke mungkin ini terlalu ekstrim, haha. Kita ambil contoh di keseharian aja, misalnya kamu antri kamar mandi trus nunggu tanpa ngetok dan berharap harusnya yang di dalam ngerti dong kalau pagi-pagi banyak orang butuh kamar mandi. Padahal ya sesederhana ngetok atau bilang buruan. Cobalah untuk tidak mengatakan harusnya, karena itu terlalu subjektif. Ingat bahwa setiap orang memiliki pikiran, pandangan dan kepercayaan yang beda-beda. Mungkin ideal harusnya buat kamu sama buat dia itu beda.
Lalu apakah perbedaan itu akan jadi masalah? Lagi-lagi ini kondisional, kalau kamu bahas perbedaan agama di pernikahan ya itu mungkin akan jadi masalah, buat sebagian besar orang. Tapi lagi-lagi kita bahas perbedaan secara general aja, bukan hal-hal prinsipil seperti itu. Misalnya, kalau bicara harusnya mungkin kita akan berpikir bahwa semua orang indonesia suka makan nasi. Nah kamu gak bisa bicara harusnya, inget bahwa setiap orang punya pikiran, pandangan dan kepercayaan masing-masing. Mungkin ada orang yang suka makan nasi, baik dengan alasan sekedar tidak suka atau bisa juga alasan kesehatan. Lalu apa ini akan jadi masalah? ya enggak juga, perbedaan ada bukan untuk dipermasalahkan tapi untuk ditoleransi kan. Toh setiap individu punya hak kebebasan masing-masing, entah kebebasan apapun itu. Selama tidak mengganggu dan merugikan hak orang lain, ya udah perbedaan itu hal biasa.
Sayangnya negara kita termasuk negara kolektivis, jadi kayak lebih percaya diri kalau rame-rame. Efeknya, yang banyak pengikutnya dianggap lebih benar. Padahal belum tentu dan kitapun harus menghormati hak minoritas karena mereka juga punya hak yang sama. Tapi karena budaya kolektivis tadi, seringkali yang terjadi adalah minoritas jadi enggan menyuarakan pendapatnya. Lalu mereka terpaksa dan dipaksa menyetujui kelompok mayoritas. Padahal menurut saya semakin kesini orang semakin terbuka dan bisa toleransi dengan perbedaan.
Misalnya izinkan saya mengambil contoh apa yang dilakukan kelompok LGBT, terlepas dari LGBT itu benar atau salah ya tentunya. Mereka tentu saja kelompok minoritas di negara kita, bahkan mungkin di dunia. Bagi saya ketika mereka mau terang-terangan keluar ke publik, itu tindakan yang luar biasa. Lagi-lagi saya tidak mengatakan mereka salah atau benar, tapi yang jelas karena mereka berani muncul ke publik, berani menjelaskan semuanya maka efeknya juga luar biasa. Kita, khususnya saya, jadi tahu sudut pandang mereka. Kita tidak lagi menganggap bahwa itu kemauan dan pilihan mereka, karena ternyata ada pengaruh faktor biologisnya. Pernyataan mereka kemudian di dukung oleh pernyataan-pernyataan ahli di bidang medis. Publik juga jadi tahu ternyata ini bukan penyakit jiwa. Kalau dalam konteks ini efeknya bisa macam-macam, tergantung siapa penerima pesannya.
Intinya saya mau bilang, setiap orang punya hak kebebasan berekspresi. Katakanlah, ekspresikanlah apa yang kamu yakini, sekalipun kamu minoritas. Urusan benar salah itu nanti, akan ada masanya dimana hanya kebenaran yang bisa bertahan. Toh berproses itu wajar, hidup ini dinamis dan benar salah itu bisa relatif. :)
0 comments:
Post a Comment