Tiba-tiba saya seperti mendapat aba-aba balik kanan alias putar haluan. Beberapa rencana sedikit saya rubah demi penyesuaian dengan "masa depan". Kenapa harus dirubah? ya hidup itu dinamis, kita belajar dan bertemu orang setiap waktu, sehingga sangat mungkin juga pola pikir kita bisa berubah setiap waktu. Lalu apa "masa depan" yang saya maksud?
Jauh sebelum ini, saya mungkin seperti kebanyakan orang pada umumnya, bercita-cita jadi eksekutif muda di gedung bertingkat dengan mobil mengkilat dan bergaul dengan para ekspatriat. Sampai akhirnya saya belajar banyak hal dari setiap kejadian yang saya alami di hidup saya. Bahkan mungkin ada tulisan terdahulu yang sedikit bertolak belakang dengan apa yang saya tuliskan hari ini. Ya biarlah itu menjadi bukti bahwa saya berkembang dari hari ke hari. Tapi ini terlalu rumit untuk saya jelaskan disini dan mungkin memang tidak perlu juga. Sebab sekeras apapun saya berusaha menjelaskan, bagaimanapun pengalaman dan latar belakang kita yang berbeda akan membuat kesan yang berbeda.
Tuntas tugas saya sebagai mahasiswa sarjana di UI, saya memutuskan kembali ke Kediri. Dari awal memang saya tidak ingin menetap di Depok atau Jakarta, tapi bukan berarti juga saya akan kembali secepat ini. Dulu saya berpikir untuk bertahan sebentar satu atau dua tahun berkarir di Ibu Kota. Tapi belakangan rencana itu saya urungkan dengan berbagai pertimbangan. Ada hal yang yang perlu saya persiapkan, prioritaskan dan perjuangkan. Itulah "masa depan" saya.
Mungkin akan menjadi sebuah pertanyaan tentang "masa depan" yang saya tuliskan. Sebagai seorang muslimah, salah satu kewajiban saya adalah menunaikan ibadah yang menjadi penyempurna separuh agama saya. Terlebih lagi saya terlalu rapuh untuk menghindari dosa dan maksiat. Di waktu bersamaan, perjalanan saya sejauh ini membawa saya pada seseorang yang bersamanya kini kenyakinan itu semakin tumbuh. Saya mengenalnya sudah sejak lama, jauh sebelum keyakinan itu ada. Tapi sejauh ini kami tidak perlu ada ikatan apa-apa. Cara saya menjaganya kini adalah dengan menjaga diri saya sendiri, dan saya harap sebaliknya. Jika nanti satu nama itu tetap dia, akan saya ceritakan di postingan selanjutnya bagaimana perjalanan yang membawa kami bersama dalam satu ikatan rasa.
Meskipun sekarang keyakinan itu belum berarti apa-apa, tapi entah dengan dia atau siapa, yang jelas segalanya perlu saya persiapkan jauh sebelum waktu itu tiba. Entah cepat atau lambat waktu itu pasti akan segera tiba, lalu apa yang membuat saya bisa menunda mempersiapkan segalanya. Termasuk menyiapkan diri saya untuk "dimilikinya" sepenuhnya.
Jadi, sejak dini saya sudah mulai menyiapkan jika pada akhirnya ada orang yang lebih berhak atas diri saya. Keputusan yang saya ambil kini tidak mungkin jauh dari hal itu. Saya orang yang sangat terencana, terlebih lagi untuk urusan "sepanjang masa". Contohnya begini, bisa saja sekarang saya berkarir dulu di ibu kota sebagaimana yang saya rencanakan terdahulu. Tetapi pertanyaannya, apakah ada yang menjamin saya bisa dengan mudah meninggalkan posisi, gaji dan kenyamanan yang sudah punya ketika waktu itu benar-benar tiba?. Sementara, memulai segalanya dari awal lagi mencari pekerjaan sana-sini mungkin juga sedikit melelahkan. Jadi alangkah baiknya dari sekarang saya sudah menyiapkan bagaimana bisa seimbang antara "keinginan" saya sekarang dengan kewajiban saya nanti. Lelaki baik itu tidak datang dua kali, sudah sepantasnya saya bersiap menyambutnya sejak dini. Semoga kamu juga sedang melakukan hal yang sama ya :)
Jauh sebelum ini, saya mungkin seperti kebanyakan orang pada umumnya, bercita-cita jadi eksekutif muda di gedung bertingkat dengan mobil mengkilat dan bergaul dengan para ekspatriat. Sampai akhirnya saya belajar banyak hal dari setiap kejadian yang saya alami di hidup saya. Bahkan mungkin ada tulisan terdahulu yang sedikit bertolak belakang dengan apa yang saya tuliskan hari ini. Ya biarlah itu menjadi bukti bahwa saya berkembang dari hari ke hari. Tapi ini terlalu rumit untuk saya jelaskan disini dan mungkin memang tidak perlu juga. Sebab sekeras apapun saya berusaha menjelaskan, bagaimanapun pengalaman dan latar belakang kita yang berbeda akan membuat kesan yang berbeda.
Tuntas tugas saya sebagai mahasiswa sarjana di UI, saya memutuskan kembali ke Kediri. Dari awal memang saya tidak ingin menetap di Depok atau Jakarta, tapi bukan berarti juga saya akan kembali secepat ini. Dulu saya berpikir untuk bertahan sebentar satu atau dua tahun berkarir di Ibu Kota. Tapi belakangan rencana itu saya urungkan dengan berbagai pertimbangan. Ada hal yang yang perlu saya persiapkan, prioritaskan dan perjuangkan. Itulah "masa depan" saya.
Mungkin akan menjadi sebuah pertanyaan tentang "masa depan" yang saya tuliskan. Sebagai seorang muslimah, salah satu kewajiban saya adalah menunaikan ibadah yang menjadi penyempurna separuh agama saya. Terlebih lagi saya terlalu rapuh untuk menghindari dosa dan maksiat. Di waktu bersamaan, perjalanan saya sejauh ini membawa saya pada seseorang yang bersamanya kini kenyakinan itu semakin tumbuh. Saya mengenalnya sudah sejak lama, jauh sebelum keyakinan itu ada. Tapi sejauh ini kami tidak perlu ada ikatan apa-apa. Cara saya menjaganya kini adalah dengan menjaga diri saya sendiri, dan saya harap sebaliknya. Jika nanti satu nama itu tetap dia, akan saya ceritakan di postingan selanjutnya bagaimana perjalanan yang membawa kami bersama dalam satu ikatan rasa.
Meskipun sekarang keyakinan itu belum berarti apa-apa, tapi entah dengan dia atau siapa, yang jelas segalanya perlu saya persiapkan jauh sebelum waktu itu tiba. Entah cepat atau lambat waktu itu pasti akan segera tiba, lalu apa yang membuat saya bisa menunda mempersiapkan segalanya. Termasuk menyiapkan diri saya untuk "dimilikinya" sepenuhnya.
Dari Aisyah r.a, ia berkata, saya berkata kepada Rasulullah SAW,"Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling besar haknya kepada seorang perempuan/istri? Beliau menjawab,"Suaminya". Aku berkata,"Dan siapakah manusia yang paling berhak terhadap seorang laki-laki/suami? Beliau menjawab,"Ibunya." (Hadits Riwayat Imam An-Nasa'i, Al-Hakim, dan Imam Al-Bazzar)
Jadi, sejak dini saya sudah mulai menyiapkan jika pada akhirnya ada orang yang lebih berhak atas diri saya. Keputusan yang saya ambil kini tidak mungkin jauh dari hal itu. Saya orang yang sangat terencana, terlebih lagi untuk urusan "sepanjang masa". Contohnya begini, bisa saja sekarang saya berkarir dulu di ibu kota sebagaimana yang saya rencanakan terdahulu. Tetapi pertanyaannya, apakah ada yang menjamin saya bisa dengan mudah meninggalkan posisi, gaji dan kenyamanan yang sudah punya ketika waktu itu benar-benar tiba?. Sementara, memulai segalanya dari awal lagi mencari pekerjaan sana-sini mungkin juga sedikit melelahkan. Jadi alangkah baiknya dari sekarang saya sudah menyiapkan bagaimana bisa seimbang antara "keinginan" saya sekarang dengan kewajiban saya nanti. Lelaki baik itu tidak datang dua kali, sudah sepantasnya saya bersiap menyambutnya sejak dini. Semoga kamu juga sedang melakukan hal yang sama ya :)