Wednesday, 31 December 2014

Pakai TV berbayar kok dhoho dan rajawali tv tidak ada?

Kemarin saya ke toko elektronik, kebetulan ada pegawainya yang sedang telepon. Dari pembicaraannya saya dengar, :"Apa pak yang tidak ada? Rajawali ? Dhoho tv?". Dari situ langsung bisa ditebak kemungkinan dia habis pasang TV berbayar, namun customer kurang memahami cara kerja TV tersebut. Sehingga langsung komplain ketika dia tidak bisa menemukan stasiun TV andalan kota Kediri :D

Saya pengen bercerita sedikit tentang TV Kabel dan tv satelit berbayar, supaya suatu saat jika teman-teman pasang TV kabel/satelite berbayar tidak heran ketika tidak menemukan channel rajawali dan dhoho tv. Mungkin ini tidak terlalu dalam bahasannya, karena saya sendiri juga hanya belajar sekilas. Tetapi setidaknya bisa menambah pengetahuan kita semua. Sayang saja ketika anda bayar mahal untuk TV kabel, tapi tidak tahu kelebihannya. Mubazir sekali jika channel yang anda cari tetap saja dhoho tv, sementara anda bisa melihat channel-channel luar negeri yang tidak anda temui di Tv biasa.

Sebelumnya kita perlu tahu dulu beberapa platform broadcasting yang sudah umum di sekitar kita, misalnya TV terestial (satelite), TV kabel, Mobile TV, internet tv dan IPTV. Pertama, Tv terestrial adalah model dari televisi yang menggunakan gelombang radio melalui transmisi dan diterima oleh antena. Tv terestrial ini paling banyak digunakan orang karena bersifat gratis, kita hanya membeli perangkatnya (TV) tanpa diharuskan membayar untuk programnya. Cara kerjanya, stasiun televisi mengirim gelombang ke satelite yang kemudian dipantulkan kembali ke daerah pancaran satelite tersebut. Dari situ, sinyalnya akan ditangkap oleh antena-antena kita dirumah hingga kita bisa nonton siarannya. Cara kerja semacam ini disebut free to air.

Tapi ada juga tv satelite yang berbayar , misalnya indovision. Jadi kalau anda pasang parabola indovision bisa menikmati paket channel yang disediakan indovision dan membayar setiap bulannya. Begitupun untuk tv kabel. Bedanya ini langsunh pakai kabel optik, tapi sama saja sistem paket channelnya. Contohnya di Indonesia, firstmedia. Nah jika anda mencari tv lokal seperti dhoho tv dan rajawali tentu tidak ada karena itu diluar line up tv berbayar tersebut. Tapi untuk tv nasional seperti trans7, indonesiar, rcti, antv, dll seperti itu masih ada.

Berikut contoh paket yang ditawarkan Indovision.


 Paket tv bisa anda lihat di situs resmi tv yang bersangkutan atau juga di lyngsat.com untuk tv satelit. Lyngsat memberikan info mengenai satelit dan yang menggunakannya. Jadi kita bisa lihat misalnya satelit PALAPA D digunakan stasiun tv mana saja. Disitu ada keterangan lengkap mengenai tv yang menggunakan, seperti alamat, jenis tv, frekuensi, paltform, dll. Berikut contoh paket tranvision yang saya lihat di lyngsat, paket transvision.

Share:

Thursday, 25 December 2014

Cerita di kereta brantas :)

Saya mau menulis cerita tentang perjalanan pulang saya kemarin. Jika kamu memperhatikan, saya biasa menyebut orang yang saya temui fi kereta dengan kata ganti stranger on the train. Sekedar berbagi, istilah itu saya dapat dari teori komunikasi yang bernama teori penetrasi sosial. Teori ini mempelajari tentang tahap perkembangan hubungan interpersonal dari superfisial (permukaan) menjadi intim. Makna kata intim merujuk pada bahasa verbal (kata-kata) dan nonverbal (gestur, ekspresi, dll) yang kita gunakan. Teori ini pernah dipraktekkan untuk meneliti bagaimana orang bisa berbagai informasi pribadi di ruang publik dengan orang asing di kereta (stranger on the train).

Kembali ke topik awal, cerita saya pulang kemarin ya. :)
Saya pulang naik kereta api brantas tujuan pasar senen-kediri. Saya duduk di kursi 7A gerbong 4. Sebenarnya saya berempat tapi karena beli tiketnya gak bareng jadi saya harus terpisah dengan 3 orang teman saya yang lain. 13 jam dikereta duduk bareng orang-orang asing mungkin sedikit mengerikan, tapi kondisi telah membuat saya terbiasa dengan hal itu. Begitu kereta datang saya langsung naik ke gerbong dan cari tempat duduk. Ternyata saya salah pintu, harusnya kalau nomor kecil saya masuk dari pintu belakang tapi saya masuk dari pintu depan. Alahasil, cukup desak-desakan juga melawan arah orang dari pintu sebaliknya. Tapi, saya sudah mengantisipasi dengan bawa barang seminim mungkin. Jadi ketika desak-desakan saya cukup membuka jalan untuk diri saya, ketika sudah dekat dengan kursi yang di cari segera taruh tas. Sekedar informasi lagi, jika kamu naik kereta ekonomi jarak jauh sebaiknya jangan terlalu membawa banyak barang apalagi jika kamu masih awam. Penumpang kereta ekonomi berasal dari kelas beragam. Ada kelas borjuis yang nyentrik dan bawa koper, tapi ada juga proletar yang seolah-olah segala macam barang dibawa naik. Orang bawa kardus banyak itu masih umum, ada yang bawa beras pakai karung, bawa mangga, bawa sepeda lipat, bawa tikar, bahkan ada yang bawa sisa cat (pekerja proyek pulang kampung). Maka dari itu saya sarankan kamu bawa barang seminim mungkin karena daya tampung tempat barang di kereta sangat terbatas, sementara ada orang-orang yang membabi-buta bawa barangnya.

Kursi 7abc berhadapan dengan 8abc, tapi ternyata 2 dari 6 kursi itu kosong. Saya datang pertama langsung duduk di 7a, kemudian ada bapak-bapak di 8a kemudian mas-mas di 7b dan terakhir datang bapak-bapak (teman bapak 8a) di 8b. Awalnya saya agak canggung juga, posisi saya di dalam dan cewek sendiri tapi bodo amet. Mereka bertiga udah mulai ngobrol tapi saya masih memilih diam. Sampai akhirnya bapak 8b mulai basa-basi tanya ke saya. Akhirnya pembicaraan kita mulai mengalir. Nah yang mau saya bahas disini adalah pembicaraan saya dengan mas-mas 7b.

Saya tidak tau namanya, tapi dia cowok usia 27 tahun kerja di sebuah PT dibidang otomotif. Penampilannya ya begitu, rambutnya tidak terlalu rapi, pakaiannya casual , terus pakai cincin akik. Ya biasalah awalnya dia ngajak ngobrol basa-basi. Pas saya bilang saya kuliah di depok, dia langsung mention UI dan bertanya banyak soal kuliah saya. Ada pertanyaan yang membuat saya perlu untuk renungkan kembali.

Dia: "Mbak nanti selesai kuliah mo pulang kampung atau kerja disini?"
Saya: "pengennya sih kerja disini dulu, tapi habis gitu pasti pulang."
Dia: "Mungkin kamu sekarang masih bisa berpikir gitu tapi nanti kalau kamu terlanjur kerja disini terus punya jabatan, kayaknya susah untuk pulang. Apalagi cari kerja di kampung juga susah kan. Saya awalnya juga mau kerja dirumah enak, nyaman tapi yang bisa dikerjakan cuma tani. Akhirnya saya ke jakarta, gak kerasa udah 8 tahun."

Lama-kelamaan pembicaraan kita bukan basa-basi lagi. Dia mulai tanya tentang hubungan percintaan. Kalau soal ini saya harus main drama (bersandiwara), bukan maksud berbohong tapi hanya melindungi diri. Saya terbuka berteman dengan siapa saja, tapi tidak untuk lebih dalam. Kita boleh tertawa bareng ngakak-ngakak, tapi jangan bahas masalah pribadi saya. Sehingga untum hal ini dia yang banyak bercerita, menurut saya dia sangat terbuka untuk ukuran bercerita dengan orang asing. Coba saya bikin kronologi beserta apa yang dapat say pelajari dari situ ya biar gampang bacanya haha
● awal ke jakarta pacaran sama orang Banten 4 tahun, kemana-mana bersama, udah dikenalin ortu juga tapi akhirnya putus karena udah gak cocok lagi. (Dia bilang kalau pacaran harus ada tujuan ke depannya daripada capek hati doang, rugi waktu, rugi duit juga)
● Setahun yang lalu pacaran dengan anak kebidanan, gak pernah ada kata putus tapi loss contact. Sekarang komunikasi lagi tapi HTS. (Dia bilang: "saya serius sama dia, tapi dia yang belum siap diajak nikah. Saya gak mau maksa dia karena saya juga pengen nikah sekali seumur hidup. Jangan sampai dipaksakan takutnya pas udah nikah malah gak siap dengan masalah-masalah yang muncul.
● Dia cerita banyak tentang pacarnya. (Saya nangkep bagaimana penilaian dia ke pacarnya).

Sudah cukup sekian dulu ceritanya, capek ngetik. Terimakasih my stranger on the train yang sudah menjadi teman ngobrol selama berjam-jam. Terimakasih sudah sangat terbuka, semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk kamu. :)

Share:

Saturday, 6 December 2014

Inspirasi pagi hari : Seminar Gerakan UI Mengajar batch 4


Sepertinya ada yang salah dengan diri saya, sampai saya gagal memahami kampus saya sendiri. Waktu satu setengah tahun entah habis untuk apa, tapi yang jelas saya merasa kerdil ketika belum satu prestasipun berhasil saya raih. Saya selalu berasalan fokus kuliah , ah tapi nyatanya IPnya juga tidak sempurna. Hari ini pikiran saya benar-benar terbuka dan dengan serendah-rendahnya hati introspeksi diri. Saya sedih sekali melewatkan satu kesempatan berarti, ketika teman saya ada di barisan 36 pengajar terpilih yang telah siap beraksi tapi saya hanya duduk menyaksikan pelantikan mereka. Ya, hari ini saya menghadiri seminar dan pelantikan 36 gerakan UI mengajar batch 4 yang nantinya mereka akan berbagi ilmu dengan adik-adik di Sukabumi selama 3 minggu. 
Awalnya saya benar-benar biasa saja dengan gerakan ini, karena saya pikir banyak hal serupa namun cara dan namanya saja berbeda. Sampai pada hari ini saya belajar dari para pejuang pendidikan bagaimana kondisi bangsa kita, kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, cari potensi kita dan lakukan sesuai kemampuan kita sekarang. Disinilah saya merasa malu dengan Tuhan, dulu saya dengan angkuhnya menolak menempuh pendidikan yang mungkin nanti akan jadi pengajar, padahal saya dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang sebagian besar hidupnya akan dihabiskan untuk mengajar. Tapi bukan berarti ada penyelasan, saya sepakat sekali dengan pernyataan Kak Tidar dari SabangMerauke yang mengatakan, :"Apapun profesi kita sebenarnya kita tetap berkontribusi, sesuai dengan kapasitas kita". Disitulah saya seperti menemukan pembelaan, terlebih lagi Kak Tidar juga dari komunikasi FISIP UI . Akhirnya saya berpikir bahwa dengan memilih komunikasi bukan berarti saya benar-benar tak bisa berkontribusi untuk pendidikan di negeri ini, pasti ada cara selama kita mau berusaha.

Banyak ilmu yang saya dapat dan banyak inspirasi yang coba saya gali. Sesi seminar di isi oleh kak Tidar dari SabangMerauke dan perwakilan dari 1000 guru. Overview saja, sabangmerauke merupakan pertukaran pelajar di Indonesia yang menjunjung nilai toleransi, sehingga nantinya anak-anak terpilih dari seluruh Indonesia akan dibawa ke Jakarta untuk belajar tentang Agama, pendidikan, art , dll yang intinya ingin membuka pikiran mereka atas semua perbedaan di Indonesia. Kemudian, 1000 Guru merupakan gerakan yang digagas oleh para traveler yang juga ingin memberi manfaat untuk pendidikan anak-anak di tempat yang mereka kunjungi. Seharusnya hari ini ada Bapak menteri Anies Baswedan namun karena kesibukan yang lain beliau tidak bisa hadir. 

Hati saya semakin bergejolak ketika melihat 36 pengajar terpilih satu persatu maju kedepan. Ada orang tua yang duduk menyaksikan prosesi itu, betapa bangganya mereka penyaksikan putra putrinya dilantik menjadi pejuang-pejuang pendidikan. Saya cukup kaget ketika ternyata ada beberapa orang yang saya kenal diantara 36 orang tersebut, satu sisi saya bangga ternyata kepedulian anak-anak FISIP yang menyandang status mahasiswa ilmu sosial lumayan tinggi. Tapi sebenarnya kedatangan saya bukan secara tiba-tiba, saya datang untuk menyaksikan pelantikan seseorang yang berjuang sampai mengalahkan ratusan orang meskipun diapun ragu atas kemampuannya sendiri.  
ARIS  , IMA , MELATI

Perkenalkan, seorang teman yang mulai memperlihatkan jatidirinya, namanya Aris Muzaqi mahasiswa tingkat 2 teknik Industri FT UI. Cukup panjang jika saya ceritakan tentangnya selama satu setengah tahun mengenal dia. Tapi yang pasti dia orangnya sangat ramah mau bersahabat dengan semua orang, pinter tapi selalu menutupinya, baik, suka menolong walau kadang beberapa kali dia pengen saya makan. Haha. Kadang saya belajar dari sifatnya, saya tahu dia dulu SMA cukup prestatif tapi yang diceritakannya justru melulu tentang dia yang tidak bisa di mata pelajaran tertentu. Selain itu berbeda dengan saya yang sangat labil dan ngeluh gak karuan, dia jarang sekali mengeluh kalaupun mengeluh mungkin kondisinya benar-benar parah, seperti saat dia harus tidak tidur semalaman untuk mengerjakan tugas sampai matanya sayu. Di tengah beratnya kuliah di teknik, dia masih sempat mengajar di rumbel, ikut kepanitian lain bahkan sekarang menjadi bagian dari Gerakan UI mengajar. Saya harus mengakui, mungkin soal nilai hitam diatas putih saya lebih unggul tapi rasanya itu tidak ada artinya karena sebagai anak sosial nilai itu bukan soal kepandaian kamu menggunakan rumus, bukan juga kemahiran kamu menggambar dengan hitungan yang sangat detail, bukan juga tentang bagaimana kamu bisa merangkai pengetahuan menjadi satu paragraf yang rasional tapi ini soal implementasi ilmu kita.

Tadi saat acara berlangsung ada sesi penyerahan bunga dari pengajar terpilih yang mungkin seharusnya untuk orang tua. Tapi sayang sekali ya, jarak tak memungkinkan orang tuanya menyaksikan prosesi ini. Terimakasih Aris sudah memberikan bunga itu ke saya, meskipun aku bukan siapa-siapa tapi jujur bangga sekali dengan kamu yang terlihat sangat hebat diantara 36 orang-orang hebat itu. Saya percaya ketulusan, kerendahan hati , dan ilmu yang kamu miliki bisa menjadikan kamu sebak-baiknya orang yaitu orang yang bermanfaat untuk orang lain. Selamat berjuang, semoga perjuangan kalian semua membawa kemajuan untuk bangsa.
Share:

Friday, 5 December 2014

Rokok : Menjanjikan tapi mengerikan.

Saya lahir di kota dimana sebagian besar perekonomian ditunjang oleh sebuah perusahaan rokok berskala internasional. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa pendapatan daerah di sektor cukai sebesar 90% lebih disumbang oleh gudang garam. Kemudian dengan target marketnya sebesar 67,5% laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok dari total sekitar 240juta orang penduduk Indonesia, gudang garam dalam produksinya melibatkan 43 ribu orang karyawan.  Sehingga bisa dibayangkan betapa jayanya gudang garam sehingga sekian ribu orang itu ekonominya bergantung padanya.



Perusahaan sebesar itu rasanya cukup menyilaukan mata untuk orang-orang yang tertarik meniti karir di perusahaan swasta. Begitupun dengan saya, bagaimana tidak sangat menarik ketika saya membayangkan menjadi professional Public Relation di gudang garam dengan pasar yang sebesar itu dan komunitas yang ada di wilayah saya sendiri. Mungkin memang berat menjadi menjadi PR perusahaan sebesar itu, terlebih lagi produk ditangani adalah rokok, barang yang kadang sering diperdebatkan oleh banyak karena efeknya. Regulasi tentang rokok di Indonesiapun semakin lama juga semakin diperketat, termasuk peraturan marketingnya dalam ranah periklanan. Tapi kalau dilihat prospek ke depannya, sepertinya berkarir di gudang garam cukup menjanjikan. Seperti yang kita tahu bahwa gudang garam standar gajinya juga lumayan baik. Selain faktor gaji, dari faktor market yang sampai luar negeri juga cukup menarik untuk soerang PR. Ya setidaknya sesekali PR pasti akan diajak ketemu klien di luar negeri lah yaa. :)



Disinilah poin utama yang sebenarnya ingin saya bahas, kejayaan gudang garam telah memikat saya untuk ingin berkarir disana. Tetapi hati kecil saya semalam sempat terusik ketika melihat sebuah video tentang fenomena rokok di indonesia, ini link nya ( https://www.youtube.com/watch?v=mgk1MIHSnT4&feature=share ). Mengerikan sekali ketika ada bayi berusia 2 tahun sudah lihai menghisap batang rokok, mengerikan sekali ketika anak-anak yang masih berseragam sekolah justru menghabiskan waktu mereka dengan merokok bersama, banyak fakta yang membuat saya miris sekali. Meskipun saya cukup toleran dengan perokok tapi itu tidak berlaku untuk (calon) Ayah dari anak-anak saya nanti. Saya bersyukur mempunyai Ayah bukan perokok, oleh karena itu saya juga pengen anak-anak saya nanti bisa nyaman di rumah tanpa asap rokok.

Saya ingin bekerja di pabrik rokok, sementara dilain sisi saya miris melihat orang merokok dan juga sangat tidak mau orang yang saya cintai merokok. Entah ini sebenarnya masalah atau tidak tapi yang jelas cukup mengganjal di hati kecil saya ketika nanti hidup saya akan ditopang oleh bisnis rokok padahal saya juga tidak sepenuhnya sepakat dengan penggunaan rokok. Berat saja ketika saya harus menerima gaji atas penjualan barang yang justru merusak diri orang lain. Saya masih akan terus mempertimbangkan itu bersama Tuhan dan orang-orang terdekat saya sampai saatnya saya harus memilih. :)


Btw, suka deh lihat gambar itu. gambar itu saya ambil dari google dengan keywod proffesional public relation. Do get the poin? yaa i mean gambar ini sepertinya benar-benar mewakili atas apa yang diceritakan orang tentang seorang PR yang kerjaannya bukan cuma dandan cakep terus duduk-duduk terima telepon.
Share:

Thursday, 4 December 2014

Pengurangan jam kerja untuk wanita?

Kemarin sore saya melihat berita di trans7, ada isu yang cukup menarik untuk saya respon disini. Pemerintah melalui menteri tenaga kerja mengatakan bahwa pemerintah sangat peduli dengan nasib anak-anak   Indonesia di masa depan, sehingga pemerintah ingin memberikan waktu yang lebih kepada wanita untuk lebih intensif mengasuh anaknya.

Apakah benar pengurangan jam kerja untuk wanita akan efektif? Walaupun diberita sudah ada hipotesa yang mengatakan ini akan kurang efektif tapi tidak ada salahnya kita kembali mengupasnya.
Meskipun saya belum bekerja dan belum berkeluarga tapi saya rasa sebagian besar wanita akan memiliki perasaan yang sama, yaitu dilematis ketika harus memilih antara karir dan keluarga. Jika kita berbicara tentang kodrat dan kewajiban, mungkin kita harus mendahulukan keluarga tapi bukan berarti kita tidak boleh berkarir. Jika melihat realita memang kebanyakan keluaraga yang wanitanya terlalu mengejar karir maka dia mengorbankan keluarga. Ada yang berdalih sehati 24 jam , maka kita bagi 3 dengan alokasi 8 jam untuk kerja, 8 jam untuk keluarga dan 8 jam untuk istirahat. Saya pikir itu pembelaan yang hanya wacana. Kita bicara logis hitung-hitungan waktu saja, katakan  jam kerja mulai jam 08.00-17.00 dan masih harus ditambah perjalanan dan mungkin juga lembur. Apakah masih yakin anda punya waktu 8 jam untuk keluarga? Ya tidak munafik, jabatan mentereng mungkin memang sangat menarik hati. Tapi coba tanya pada hati kecilmu lagi apakah memang itu yang benar-benar kamu cari?

Oke kita kembali ke isu utama tentang pengurangan jam kerja. Saya mengapresiasi sekali wacana pemerintah,sebagai wanita kita bisa berpositif thinking dengan melihat dari sisi positifnya yang mungkin memang benar pengurangan ini akan membuat wanita memikili waktu lebih banyak untuk keluarga. Sehingga peran double yang dijalankan wanita bisa lebih seimbang. Jika hal itu benar-benar bisa tercapai maka dampak positif janngka panjanhnua tentu lebih banyak. Sosialisasi anak yang dilakukan oleh ibunya dengan orang lain tentu berbeda, maka sudah sepantasnya wanita lebih mengutamakan kehadirannya di tengah-tengah keluarga. 

Tapi kemudian kita harus berpikir lagi, apakah benar memang itu solusi yang terbaik? Jika jam kerja wanita dan pria dibedakan maka logikanya beban atau tanggung jawabnya juga berbeda, sementara semakin tinggi mandat yang dipegang tentu tanggung jawabnya semakin besar. Itu artinya sama saja posisi wanita akan dibedakan dengan pria. Jangankan pembedaan jam kerja, bukankah ada sektor tertentu yang minim sekali penyerapan tenaga kerja wanitanya karena alasan wanita sering cuti, seperti cuti hamil, cuti melahirkan, dll. Itu baru cuti saja sudah menjadi masalah, apalagi perbedaan jam kerja? 

Masalah lain juga akan muncul disektor yang jam kerja sangat diperhitungkan. Saya ambil contoh guru, untuk lolos dan mendapatkan sertifikasi salah satu persyaratannya adalah memenuhi syarat mengajar 24 jam dalam seminggu. Jika memang aturan itu diberlakukan kemungkinan aturan jam mengajar juga harus disesuaikan.  

Intinya stand poin saya, saya mengapresiasi niat baik pemerintah yang begitu peduli terhadap peran wanita. Tapi sepertinya ini terlalu riskan kalau diterapka  sekarang, kecuali pemerintah telah meninjau dampak serta tidak ada ketumpang tindihan dengan aturan lain. Jika aturan ini justru berpotensi merugikan wanita padahal emansipasi begitu didengung-dengungkan, lantas untuk apa ini diterapkan? Lagipula menurut saya samasekali tidak ada urgensinya menerapkan ini. Hidup itu pilihan, ketika wanita memilih mengejar karir ya sudah berarti dia siap mengorbankan yang lain. Jika memang dia menitik beratkan perannya terhadap keluarga, pasti dia sudah mempertimbangkan itu sejak awal. Apalagi jika melihat tren lifestyle perkotaan saat ini, bukan hal aneh ketika menemui wanita karir yang memilih single sampai umurnya tidak bisa dikatakan masih pantas untuk sendiri. Tapi saya pikir lebih baik begitu, daripada harus ada yang menjadi korbankan kelalaian dan tersakiti karena pengabaian. Ujung-ujungnya mungkin cerai juga kan? 



Share: