Thursday, 4 December 2014

Pengurangan jam kerja untuk wanita?

Kemarin sore saya melihat berita di trans7, ada isu yang cukup menarik untuk saya respon disini. Pemerintah melalui menteri tenaga kerja mengatakan bahwa pemerintah sangat peduli dengan nasib anak-anak   Indonesia di masa depan, sehingga pemerintah ingin memberikan waktu yang lebih kepada wanita untuk lebih intensif mengasuh anaknya.

Apakah benar pengurangan jam kerja untuk wanita akan efektif? Walaupun diberita sudah ada hipotesa yang mengatakan ini akan kurang efektif tapi tidak ada salahnya kita kembali mengupasnya.
Meskipun saya belum bekerja dan belum berkeluarga tapi saya rasa sebagian besar wanita akan memiliki perasaan yang sama, yaitu dilematis ketika harus memilih antara karir dan keluarga. Jika kita berbicara tentang kodrat dan kewajiban, mungkin kita harus mendahulukan keluarga tapi bukan berarti kita tidak boleh berkarir. Jika melihat realita memang kebanyakan keluaraga yang wanitanya terlalu mengejar karir maka dia mengorbankan keluarga. Ada yang berdalih sehati 24 jam , maka kita bagi 3 dengan alokasi 8 jam untuk kerja, 8 jam untuk keluarga dan 8 jam untuk istirahat. Saya pikir itu pembelaan yang hanya wacana. Kita bicara logis hitung-hitungan waktu saja, katakan  jam kerja mulai jam 08.00-17.00 dan masih harus ditambah perjalanan dan mungkin juga lembur. Apakah masih yakin anda punya waktu 8 jam untuk keluarga? Ya tidak munafik, jabatan mentereng mungkin memang sangat menarik hati. Tapi coba tanya pada hati kecilmu lagi apakah memang itu yang benar-benar kamu cari?

Oke kita kembali ke isu utama tentang pengurangan jam kerja. Saya mengapresiasi sekali wacana pemerintah,sebagai wanita kita bisa berpositif thinking dengan melihat dari sisi positifnya yang mungkin memang benar pengurangan ini akan membuat wanita memikili waktu lebih banyak untuk keluarga. Sehingga peran double yang dijalankan wanita bisa lebih seimbang. Jika hal itu benar-benar bisa tercapai maka dampak positif janngka panjanhnua tentu lebih banyak. Sosialisasi anak yang dilakukan oleh ibunya dengan orang lain tentu berbeda, maka sudah sepantasnya wanita lebih mengutamakan kehadirannya di tengah-tengah keluarga. 

Tapi kemudian kita harus berpikir lagi, apakah benar memang itu solusi yang terbaik? Jika jam kerja wanita dan pria dibedakan maka logikanya beban atau tanggung jawabnya juga berbeda, sementara semakin tinggi mandat yang dipegang tentu tanggung jawabnya semakin besar. Itu artinya sama saja posisi wanita akan dibedakan dengan pria. Jangankan pembedaan jam kerja, bukankah ada sektor tertentu yang minim sekali penyerapan tenaga kerja wanitanya karena alasan wanita sering cuti, seperti cuti hamil, cuti melahirkan, dll. Itu baru cuti saja sudah menjadi masalah, apalagi perbedaan jam kerja? 

Masalah lain juga akan muncul disektor yang jam kerja sangat diperhitungkan. Saya ambil contoh guru, untuk lolos dan mendapatkan sertifikasi salah satu persyaratannya adalah memenuhi syarat mengajar 24 jam dalam seminggu. Jika memang aturan itu diberlakukan kemungkinan aturan jam mengajar juga harus disesuaikan.  

Intinya stand poin saya, saya mengapresiasi niat baik pemerintah yang begitu peduli terhadap peran wanita. Tapi sepertinya ini terlalu riskan kalau diterapka  sekarang, kecuali pemerintah telah meninjau dampak serta tidak ada ketumpang tindihan dengan aturan lain. Jika aturan ini justru berpotensi merugikan wanita padahal emansipasi begitu didengung-dengungkan, lantas untuk apa ini diterapkan? Lagipula menurut saya samasekali tidak ada urgensinya menerapkan ini. Hidup itu pilihan, ketika wanita memilih mengejar karir ya sudah berarti dia siap mengorbankan yang lain. Jika memang dia menitik beratkan perannya terhadap keluarga, pasti dia sudah mempertimbangkan itu sejak awal. Apalagi jika melihat tren lifestyle perkotaan saat ini, bukan hal aneh ketika menemui wanita karir yang memilih single sampai umurnya tidak bisa dikatakan masih pantas untuk sendiri. Tapi saya pikir lebih baik begitu, daripada harus ada yang menjadi korbankan kelalaian dan tersakiti karena pengabaian. Ujung-ujungnya mungkin cerai juga kan? 



Share:

0 comments:

Post a Comment