Assalamualaikum, apa kabar teman-teman?
Semoga kita semua selalu terjaga dalam kebaikan dan lindungan Allah :)
Hati saya masih berbunga-bunga, setelah sebulan lamanya charge iman di majelis Ar Raudhah. Hati yang selama ini gersang seperti tersirami, bawaannya tenang dan kalem. Memang tidak sesuai rencana, tapi ternyata sangat bermakna. Manusia boleh berencana, tapi Allah adalah sebaik-baik perencana. Teman-teman yang belum membaca ceritanya, bisa klik di sini.
Sepertinya saya benar-benar jatuh cinta dengan Habib Novel dan majelis Ar Raudhah. Dalam kenikmatan seperti ini, saya ingin mengajak serta orang-orang tercinta untuk duduk di taman surga. Alangkah indahnya bila kami bisa berjalan beriringan, saling mendukung dan berlomba-lomba dalam kebaikan di jalan yang sama. Saling menguatkan dan mengingatkan, supaya kami saling terjaga dalam ketaatan. Membayangkan saja rasanya sudah adem sekali, semoga suatu saat bisa terjadi. Sekarang, selagi saya dan dia belum menjadi kita, biarlah doa yang berbicara. Lewat tulisan ini, saya melangitkan doa di langit raudhah.
Hati saya masih berbunga-bunga, hingga tiba-tiba kabar tak terduga membuat layu seketika. Susah mendeskripsikan, namun yang jelas saya benar-benar tidak menyangka. Kondisi yang saya kira baik-baik saja, ternyata fana. Saya tidak habis pikir dibuatnya, bagaimana mungkin cerita yang berusaha saya rangkai dengan sempurna justru porak-poranda. Plot cerita berubah, bukan lagi tentang saya dan dia, tapi tentang mereka.
Dulu kejadian seperti ini yang sampai viral itu terasa lucu, kenapa orang yang ditinggal menikah itu seperti bereaksi berlebihan. Kita bisa tertawa, sementara yang bersangkutan sedang berjuang dalam kubangan luka. Ternyata mereka tidak berlebihan, tapi ada di posisi mereka rasanya tidak karuan. Ada satu titik dimana saya benar-benar kehilangan harapan, ketika semua rencana seolah berantakan. Ingin berlari, tapi tidak tau kemana hendak pergi. Ingin marah, tapi akhirnya hanya bisa pasrah. Awalnya saya ingin menyimpan semuanya sendiri, tapi guncangan ini terlampau kuat untuk saya hadapi. Akhirnya, orang-orang terdekat saya mulai meyadari bahwa ada hati yang sedang tersakiti.
Dalam kondisi seperti ini, iman menjadi sangat prinsipil sekali. Ketika hati dan pikiran sedang tidak karuan, apalagi yang bisa meyelamatkan jika bukan iman?
Perlahan, saya coba melihat ini dengan sudut pandang berbeda. Alih-alih bertanya kenapa, saya memilih untuk berbaik sangka. Tidak mungkin Allah mengizinkan ini terjadi, kecuali memang ada kebaikan dibalik ini. Tidak ada kesedihan yang abadi, terlebih bila iman masih menghiasi hati.
Senyum itu merekah kembali, ketika saya merasa Allah tidak pernah membiarkan saya sendiri. Mungkin Allah tau kalau ini akan menjadi badai, bukan angin sepoi-sepoi. Maha Baik Allah, sebelum iman saya diuji, Allah lebih dahulu berikan amunisi. Allah sudah bangunkan pondasi iman dalam hati, sehingga hempasan badai tidak akan membuat cerai berai. Alhamdulillah, masalah ini datang ketika saya baru pulang ngaji. Ibarat kata mau perang, saya bukan datang dengan tangan kosong, tapi siap dengan segala perbekalan. Sebelum prajurit terjun ke medan perang, pasti mereka harus menjalani latihan dan segala pemeriksaan. Sampai akhirnya mereka dinyatakan dalam kondisi prima untuk turun ke medan peperangan. Ketika saya harus menghadapai ini, berarti Allah sudah memastikan kalau saya siap maju dan yakin kalau saya mampu.
Banyak hikmah yang bisa kita dapatkan dari sebuah masalah. Satu keyakinan yang tidak akan pernah berubah, Allah tidak mungkin mengizinkan suatu masalah terjadi kecuali ada kebaikan di dalamnya. Ketika ada masalah ini, saya baru menyadari bahwa di sekeliling saya masih banyak orang yang peduli. Mulai dari keluarga yang seolah langsung sigap back up, hingga teman yang selalu tanggap. Saya tidak memungkiri kalau seminggu pertama itu berat sekali, rasanya saya sudah gak bisa mikir lagi. Sampai akhirnya saya memaksa untuk cepat bangkit lagi, karena saya semakin sedih melihat keluarga ikut sedih. Seiring waktu berlalu, akhirnya satu persatu teman-teman sayapun tau. Lagi-lagi saya bersyukur dan terharu, ketika mereka semua selalu menjadi ring satu. Ya, mereka yang "mengamankan" ketika ada situasi yang sekiranya berbahaya.
Alhamdulillah, Allah gerakkan semesta bersatu padu membantu saya menghapus pilu. Pada masa-masa itu, saya fokus untuk berdamai dengan keadaan dan menata masa depan. Yang lalu biarlah berlalu, kini saatnya menata masa depan. Tentu butuh penyesuaian, namanya juga baru "kehilangan". Seketika pasti jomplang, tapi perlahan kita akan bisa kembali menemukan keseimbangan. Semua saya hadapi dengan sangat perlahan dan kehati-hatian. Tidak perlu terburu-buru mengisi kekosongan, jika memang itu bukan penyeimbang yang kamu butuhkan. Hari demi hari berjalan dan saya masih terus berusaha menjaga keseimbangan. Semoga suatu saat ada kesempatan untuk menulis ini lebih dalam, siapa tau bermanfaat untuk teman-teman yang sedang berjuang berdamai dengan keadaan.
Entah kesalahan atau bukan, sayapun sudah bercerita, bagaimana dia sangat berperan dalam perjalanan spiritual yang sedang saya lakukan. Memang akan mejadi salah besar kalau dia adalah satu-satunya alasan, sebab seyogyanya kita berubah karena Allah. Bahaya kalau kita berubah karena manusia, ujungnya pasti akan kecewa. Belum lagi kalau ternyata kemudian dia pergi, pasti kita akan kehilangan motivasi.
Sayapun mencoba merangkai, mencari hikmah dari apa yang sudah terjadi. Lagi-lagi saya harus bersyukur, rencana Allah begitu sempurna. Pun saya semakin percaya bahwa Ar Raudhah dan habib Novel bukan kebetulan semata. Semua ini adalah rencana Allah Yang Maha Kuasa. Mulanya saya hanya berpikir bahwa ini adalah amunisi sebelum Allah menguji saya. Namun lebih jauh, sepertinya perlu juga berbaik sangka kalau saya sudah naik kelas dan Habib Novel adalah guru baru saya.
Ibarat sekolah, dia (ustadz) adalah guru saya. Perjalanan ini benar-benar baru, ibarat anak balita, saya belum ngerti apa-apa. Lalu, ketika masuk TK, saya begitu bahagia ketika guru mulai mengajari angka, mengenalkan warna dan mengajak bernyanyi bersama. Tapi tidak mungkin selamanya saya TK, pasti tiba masanya saya naik level dan masuk SD. Artinya tugas guru TK untuk membimbing saya sudah selesai. Sekarang akan ada guru baru yang membimbing saya menuju level berikutnya. Ya begitulah kira-kira, tugasnya sudah selesai dan Allah tarik kembali dia. Sekarang Allah kirimkan guru baru untuk saya, yaitu Habib Novel Alaydrus.
Terima kasih untuk semua yang kamu berikan ke saya. Selamat melanjutkan tugas berikutnya, semoga kamu bahagia. Pun begitu sebaliknya, tugas saya sebagai support system kamu juga sudah selesai, bertepatan dengan tanggalnya status kamu sebagai mahasiswa. Sekali lagi terima kasih untuk segalanya :)
Link part berikutnya, klik di sini
Semoga kita semua selalu terjaga dalam kebaikan dan lindungan Allah :)
Hati saya masih berbunga-bunga, setelah sebulan lamanya charge iman di majelis Ar Raudhah. Hati yang selama ini gersang seperti tersirami, bawaannya tenang dan kalem. Memang tidak sesuai rencana, tapi ternyata sangat bermakna. Manusia boleh berencana, tapi Allah adalah sebaik-baik perencana. Teman-teman yang belum membaca ceritanya, bisa klik di sini.
Sepertinya saya benar-benar jatuh cinta dengan Habib Novel dan majelis Ar Raudhah. Dalam kenikmatan seperti ini, saya ingin mengajak serta orang-orang tercinta untuk duduk di taman surga. Alangkah indahnya bila kami bisa berjalan beriringan, saling mendukung dan berlomba-lomba dalam kebaikan di jalan yang sama. Saling menguatkan dan mengingatkan, supaya kami saling terjaga dalam ketaatan. Membayangkan saja rasanya sudah adem sekali, semoga suatu saat bisa terjadi. Sekarang, selagi saya dan dia belum menjadi kita, biarlah doa yang berbicara. Lewat tulisan ini, saya melangitkan doa di langit raudhah.
Hati saya masih berbunga-bunga, hingga tiba-tiba kabar tak terduga membuat layu seketika. Susah mendeskripsikan, namun yang jelas saya benar-benar tidak menyangka. Kondisi yang saya kira baik-baik saja, ternyata fana. Saya tidak habis pikir dibuatnya, bagaimana mungkin cerita yang berusaha saya rangkai dengan sempurna justru porak-poranda. Plot cerita berubah, bukan lagi tentang saya dan dia, tapi tentang mereka.
Dulu kejadian seperti ini yang sampai viral itu terasa lucu, kenapa orang yang ditinggal menikah itu seperti bereaksi berlebihan. Kita bisa tertawa, sementara yang bersangkutan sedang berjuang dalam kubangan luka. Ternyata mereka tidak berlebihan, tapi ada di posisi mereka rasanya tidak karuan. Ada satu titik dimana saya benar-benar kehilangan harapan, ketika semua rencana seolah berantakan. Ingin berlari, tapi tidak tau kemana hendak pergi. Ingin marah, tapi akhirnya hanya bisa pasrah. Awalnya saya ingin menyimpan semuanya sendiri, tapi guncangan ini terlampau kuat untuk saya hadapi. Akhirnya, orang-orang terdekat saya mulai meyadari bahwa ada hati yang sedang tersakiti.
Dalam kondisi seperti ini, iman menjadi sangat prinsipil sekali. Ketika hati dan pikiran sedang tidak karuan, apalagi yang bisa meyelamatkan jika bukan iman?
Perlahan, saya coba melihat ini dengan sudut pandang berbeda. Alih-alih bertanya kenapa, saya memilih untuk berbaik sangka. Tidak mungkin Allah mengizinkan ini terjadi, kecuali memang ada kebaikan dibalik ini. Tidak ada kesedihan yang abadi, terlebih bila iman masih menghiasi hati.
Senyum itu merekah kembali, ketika saya merasa Allah tidak pernah membiarkan saya sendiri. Mungkin Allah tau kalau ini akan menjadi badai, bukan angin sepoi-sepoi. Maha Baik Allah, sebelum iman saya diuji, Allah lebih dahulu berikan amunisi. Allah sudah bangunkan pondasi iman dalam hati, sehingga hempasan badai tidak akan membuat cerai berai. Alhamdulillah, masalah ini datang ketika saya baru pulang ngaji. Ibarat kata mau perang, saya bukan datang dengan tangan kosong, tapi siap dengan segala perbekalan. Sebelum prajurit terjun ke medan perang, pasti mereka harus menjalani latihan dan segala pemeriksaan. Sampai akhirnya mereka dinyatakan dalam kondisi prima untuk turun ke medan peperangan. Ketika saya harus menghadapai ini, berarti Allah sudah memastikan kalau saya siap maju dan yakin kalau saya mampu.
Banyak hikmah yang bisa kita dapatkan dari sebuah masalah. Satu keyakinan yang tidak akan pernah berubah, Allah tidak mungkin mengizinkan suatu masalah terjadi kecuali ada kebaikan di dalamnya. Ketika ada masalah ini, saya baru menyadari bahwa di sekeliling saya masih banyak orang yang peduli. Mulai dari keluarga yang seolah langsung sigap back up, hingga teman yang selalu tanggap. Saya tidak memungkiri kalau seminggu pertama itu berat sekali, rasanya saya sudah gak bisa mikir lagi. Sampai akhirnya saya memaksa untuk cepat bangkit lagi, karena saya semakin sedih melihat keluarga ikut sedih. Seiring waktu berlalu, akhirnya satu persatu teman-teman sayapun tau. Lagi-lagi saya bersyukur dan terharu, ketika mereka semua selalu menjadi ring satu. Ya, mereka yang "mengamankan" ketika ada situasi yang sekiranya berbahaya.
Alhamdulillah, Allah gerakkan semesta bersatu padu membantu saya menghapus pilu. Pada masa-masa itu, saya fokus untuk berdamai dengan keadaan dan menata masa depan. Yang lalu biarlah berlalu, kini saatnya menata masa depan. Tentu butuh penyesuaian, namanya juga baru "kehilangan". Seketika pasti jomplang, tapi perlahan kita akan bisa kembali menemukan keseimbangan. Semua saya hadapi dengan sangat perlahan dan kehati-hatian. Tidak perlu terburu-buru mengisi kekosongan, jika memang itu bukan penyeimbang yang kamu butuhkan. Hari demi hari berjalan dan saya masih terus berusaha menjaga keseimbangan. Semoga suatu saat ada kesempatan untuk menulis ini lebih dalam, siapa tau bermanfaat untuk teman-teman yang sedang berjuang berdamai dengan keadaan.
Entah kesalahan atau bukan, sayapun sudah bercerita, bagaimana dia sangat berperan dalam perjalanan spiritual yang sedang saya lakukan. Memang akan mejadi salah besar kalau dia adalah satu-satunya alasan, sebab seyogyanya kita berubah karena Allah. Bahaya kalau kita berubah karena manusia, ujungnya pasti akan kecewa. Belum lagi kalau ternyata kemudian dia pergi, pasti kita akan kehilangan motivasi.
Sayapun mencoba merangkai, mencari hikmah dari apa yang sudah terjadi. Lagi-lagi saya harus bersyukur, rencana Allah begitu sempurna. Pun saya semakin percaya bahwa Ar Raudhah dan habib Novel bukan kebetulan semata. Semua ini adalah rencana Allah Yang Maha Kuasa. Mulanya saya hanya berpikir bahwa ini adalah amunisi sebelum Allah menguji saya. Namun lebih jauh, sepertinya perlu juga berbaik sangka kalau saya sudah naik kelas dan Habib Novel adalah guru baru saya.
Ibarat sekolah, dia (ustadz) adalah guru saya. Perjalanan ini benar-benar baru, ibarat anak balita, saya belum ngerti apa-apa. Lalu, ketika masuk TK, saya begitu bahagia ketika guru mulai mengajari angka, mengenalkan warna dan mengajak bernyanyi bersama. Tapi tidak mungkin selamanya saya TK, pasti tiba masanya saya naik level dan masuk SD. Artinya tugas guru TK untuk membimbing saya sudah selesai. Sekarang akan ada guru baru yang membimbing saya menuju level berikutnya. Ya begitulah kira-kira, tugasnya sudah selesai dan Allah tarik kembali dia. Sekarang Allah kirimkan guru baru untuk saya, yaitu Habib Novel Alaydrus.
Terima kasih untuk semua yang kamu berikan ke saya. Selamat melanjutkan tugas berikutnya, semoga kamu bahagia. Pun begitu sebaliknya, tugas saya sebagai support system kamu juga sudah selesai, bertepatan dengan tanggalnya status kamu sebagai mahasiswa. Sekali lagi terima kasih untuk segalanya :)
Link part berikutnya, klik di sini
0 comments:
Post a Comment