Saturday 14 September 2019

MY SPIRITUAL JOURNEY (Part 6) - Haul: Doa Makbul

Assalamualaikum, apa kabar teman-teman?
Semoga sehat dan panjang umur fi thoatillah :)

Allah selalu punya cara untuk membuka hati hambanya, hidayah itu bisa datang dari mana saja. Termasuk lewat ujian yang Allah turunkan, sehingga kita kembali ke Allah memohon pertolongan. Pun sebelum sampai ke tahap ini, Allah datangkan badai di kehidupan yang sudah saya tulis di sini.

Syukuran Pelunasan Tanah Majelis Ar Raudhah

Alhamdulillah badai berlalu, saya mulai bergerak maju meninggalkan masa lalu. Berpisah dengan pilu dan siap menyambut kebahagiaan baru. Sebenarnya setelah seminggu pertama, keadaan saya sudah jauh lebih baik. Terlebih lagi ketika kami akhirnya duduk bersama, saya coba memahami posisinya. Tidak susah untuk menerima penjelesannya, saya lepas dia dengan ucapan selamat dan doa. Saya anggap urusan kita selasai, namun kita tetap teman.

Di masa-masa recovery, tumpuan saya hanya Allah. Rasanya tidak ada hari tanpa mendengarkan guru-guru yang nasehatnya bisa memotivasi. Setiap orang punya cara sendiri untuk bangkit lagi, bagi saya cara terbaik adalah mengikuti kata ulama. Sebab saya percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang hatinya terjaga. Berbeda dengan kita, yang masih terlampau banyak dosa, akhirnya masih mudah tersulut emosi seketika.

Selagi saya masih rapuh, saya belum berani pergi jauh. Walaupun gregetnya beda, namun setidaknya live streaming bisa mengobati rindu pada majelis. Alhamdulillah Habib Novel juga sering live instagram ketika sedang tausiyah, jadi selalu ada obat untuk hati yang gelisah. Ada dua hal paling saya tunggu-tunggu dari habib Novel yaitu prinsip moh mikir (gak mau mikir) dan ilmu yakin. Pikiran yang spanen (tegang) akhirnya jadi tenang karena yakin ada Allah. Ada satu lagi tips dari Habib yang juga saya pegang.

Semua masalah solusinya adalah sajadah - Habib Novel
Sekitar pertengahan bulan Desember, akhirnya Allah izinkan saya ke majelis. Sebenarnya gak ada rencana ke sana, karena saya sedang sibuk wira-wiri ke Jogja dan Jakarta. Ketika itu majelis Ar Raudhah sedang punya hajat untuk perluasan majelis dan alhamdulillah lunas bulan Desember. Suatu sore tiba-tiba ada notifikasi what's app dari salah satu relawan di grup santri kami.

"Mbak-mbak, adakah yang bisa gabung ke tim masaknya Raudhah? Butuh tambahan orang buat syukuran jumat ini sama persiapan haul".

Saya benar-benar ikut senang ketika tanah majelis lunas, entah kenapa saya ingin sekali ikut syukuran. Singkat cerita sayapun sayapun berangkat ke Solo dan ikut syukuran bersama keluarga besar majelis ar raudhah saat kajian jumat malam.

Di sana, saya sempat cerita-cerita dengan Bu Lurah (Relawan yang biasa ngurusin santri). Sebagai seorang yang sangat awam, saya sama sekali tidak tau apa itu Haul Solo. Beliau bercerita tentang pengalamannya pertama kali datang haul Solo. Ribuan orang berkumpul, mengagungkan nama Allah swt dan Nabi Muhammad saw. Beliau menyarankan kalau bisa usahakan datang, biar bisa merasakan suasana yang demikian syahdu.

Saya niatkan hadir meskipun saya belum tau bisa hadir atau tidak. Sebab bulan-bulan itu saya harus menunggu dua pengumuman dari perjuangan panjang berbulan-bulan. Pada waktu yang hampir bersamaan, saya mengikuti seleksi cpns di salah satu kementerian dan seleksi pegawai baru di salah satu BUMN transportasi. Dua-duanya sudah saya ikuti hingga MCU, jadi tinggal menunggu pengumuman terakhir yang diperkirakan keluar bulan Desember.

Pengumuman BUMN keluar dan saya dinyatakan belum bisa bergabung dengan perusahaan tersebut. Sedih sih kalau ingat perjuangan Kediri-Jakarta yang sekali jalan aja harus duduk di kereta belasan jam. Tapi tidak apa-apa, karena rekrutmen ini saya jadi sering ke Jakarta dan Alhamdulillah kesampaian untuk berkunjung ke Pondok Daarul Quran Ketapang milik Ustadzuna Yusuf Mansur.

Desember segera berakahir, satu persatu instansi mulai mengeluarkan pengumumannya. Tapi sampai masuk minggu terakhir belum ada tanda-tanda hilal dari kementerian yang saya ikuti. Saya dilema karena ingin datang haul Solo tapi juga hati tidak tenang kalau belum pengumuman, Belajar dari beberapa instansi yang sudah pengumuman, jarak antara pengumuman dan pemberkasan sangat mepet. Jadi saya tidak mau ambil resiko, pasti akan repot kalau pengumaman ketika saya sudah pergi ke Solo.

Rangkaian Haul Solo berlangsung sejak Rabu tanggal 26 hingga Minggu 30 Desember. Niat saya mau berangkat Selasa atau maksimal Rabu supaya bisa bantu-bantu dulu di majelis. Tapi ternyata yang ditunggu tak kunjung datang juga. Saya tanamkan dalam hati, apapun yang akan terjadi akan saya syukuri. Kalau lolos CPNS ya pemberkasan, kalau tidak lolos ya seketika itu juga saya akan berangkat ke Solo. InsyaAllah dua-duanya baik, tinggal siapkan mental aja. Dari hari senin saya sudah mengemas barang untuk ke Solo, pun saya juga sudah mempersiapkan dokumen pemberkasan. Selebihnya, saya bener-benar pasrah ke Allah.

Akhirnya web kementerian tersebut tidak bisa diakses, biasanya jadi pertanda kalau sedang ada input data. Benar, jumat 28 Desember 2019 pengumuman keluar. Apa hasilnya? saya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) karena nilai kebugaran tidak mencapai batas minimal. Sedih gak? ya sedih sih, tapi sebentar aja karena mau berangkat ke Solo.


Datang Haul Solo 2018 untuk Pertama Kali

Kebetulan orang tua saya ada rencana ke Ngawi, jadi saya disuruh nunggu Ayah pulang kerja dan kita berangkat bersama. Setibanya di Ngawi, saya coba hubungi kakak yang ada di Solo untuk minta tolong jemput karena saya sampainya malam. Ternyata dia masih ada kerjaan di Sragen dan menyarakan saya di Ngawi dulu. Tapi karena dia tak kunjung memberi kabar lagi, akhirnya sekitar jam 9 malam saya naik bis menuju Solo.

Mengingat waktu semakin malam, sedangkan mungkin kakak saya juga sudah lelah bekerja, jadi akhirnya saya putuskan untuk naik ojol saja. Sempat terjadi sedikit masalah ketika saya dan bapak drivernya sama-sama tidak tau kalau Panggung adalah zona merah. Ketika Bapak tersebut datang, seketika langsung dihampiri beberapa ojek pangkalan. Alhamdulillah tidak terjadi masalah dan kami segera ke Ar Raudhah.

Di luar dugaan, ternyata jalan kapten Mulyadi sudah ramai parah dan sudah di tutup total. Awalnya bapak gojeknya bilang sepertinya harus turun sini dan lanjut jalan kaki, tapi saya bilang untuk tanya dulu ke petugas yang jaga jalan. Saya jelaskan ke petugasnya kalau saya mau ke tempat Habib Novel dan bapaknya mengarahankan untuk lewat jalan kampung. Di situ saya benar-benar bersyukur, coba kalau tadi saya jadi dijemput naik mobil pasti riweh banget. Mendekati Ar Raudhah, jalanan sudah menjelma jadi parkiran. Begitu masuk, ternyata jamaah sudah penuh sampai ke halaman. Saya baru tau kalau ternyata rutinan malam jumat tetap jalan terus.

"Mbak, kata mas yang bagian registrasi Ar Raudhah sudah penuh" tulis teman saya di what's app

Saya balas dengan santai karena kita santri sini, tenang pasti bisa masuk nanti. Selesai majelis, saya bertemu dua orang teman dan laporan ke Bu Lurah. Beliau meyarankan untuk segera minta kartu free pass ke masnya dan bilang disuruh bu Lurah. Alhamdulillah, akhirnya bisa masuk asrama.


Sabtu, 29 Desember 2018. Saya tidak terlalu ingat acara apa yang saya ikuti, sebab kami (saya dan 2 orang teman) terlambat merapat ke Riyadh. Dengan kondisi yang sudah sangat padat, tidak bisa masuk dari arah manapun. Bahkan kami sudah coba dari arah timur, lalu muter ke selatan berharap masih ada ruang. Ternyata malah lebih parah, jamaah sudah meluber hingga ke timur lampu merah. Kamipun kembali ke Ar Raudhah, melewati gang sempit di tengah perkampungan. Di sepanjang jalan kami melihat banyak warga yang mengikuti acara lewat layar tv. Kami betiga terkejut ketika tiba-tiba sudah mahalul qiyam. Sementara tidak jauh dari kami, terlihat pos ronda dengan sebuah televisi yang di depannya ada beberapa orang khidmat mengikuti mahalul qiyam.

Tanpa berpikir panjang, kami yang tidak ingin kelewatan mahalul qiyam akhirnya bergabung dengan bapak-bapak itu. "Permisi pak, nderek sekedap nggeh" izin saya ke seorang bapak. Tidak berselang lama, beberapa orang yang lewatpun ikut berhenti. Selesai mahalul qiyam ya kami lanjut jalan lagi menuju Ar Raudhah. Akhirnya kamipun mengikuti rangkaian acara yang tersisa melalui layar yang disiapkan di dalam asrama.

Hari terakhir acara dilaksanakan habis subuh, jadi idealnya kita sudah berangkat sebelum subuh. Tapi ketika ba'da magrib saya jalan-jalan ke Riyadh, ternyata banyak orang yang sudah gelar tikar untuk menginap di sana. Baiklah, kalau begini berarti kita memang harus berangkat sepagi mungkin atau tidak dapat tempat seperti hari ini.

Kondisi asrama ar raudhah sangat penuh sesak, bahkan sampai ke halaman juga dipakai tidur dengan alas seadanya. Jam 2 pagi, kami ke dapur ikut bantu membungkus 3.000 nasi. Namun saya tidak bisa ikut sampai selesai karena ingin ikut prosesi acara di Riyadh. Subuh tiba, ternyata antrian mandi sudah luar biasa panjanganya. Berangkat ke Riyadh sebelum sebuh akhirnya hanya wacana.




Saya dan 2 orang teman lainnya berangkat menuju Riyadh sekitar jam 6. Sudah ramai, tapi belum separah kemarin. Semakin mendekat ke Masjid Riyadh, kerumunan orang semakin padat sampai akhirnya semua benar-benar berhenti tidak bisa lewat. Karena itu perempatan dan semua orang berusaha menuju titik yang sama, akhirnya stuck. Kalau kalian pernah merasakan gimana padatnya KRL ketika jam kerja, ya kondisinya begitu kira-kira. Sampai ada yang bilang, "udah balik aja, gak bisa maju itu, daripada malah maksiat".

Alhamdulillah, ada rombongan yang berbaik hati mau berbagi tempat. Jadi saat kami stuck, ibu itu mempersilahkan kami duduk di tikarnya. Semakin siang kondisinya semakin padat, bahkan teman saya mengabari kalau lautan manusia itu sudah luber sampai depan raudhah. Melihat kondisi seperti ini, saya berdoa semoga Allah izinkan saya datang lagi tahun depan dan datangnya tidak sendirian. Saya butuh teman, sehingga merasa lebih aman. Sebagian besar wanita tentu tidak akan nyaman jika dalam kondisi berdesakan tak karuan. Kami butuh seseorang yang bisa membukakan jalan dan pasang badan untuk melindungi kami dari sentuhan yang mungkin berdalih "ketidaksengajaan".



Benar apa yang dikatakan Bu Lurah, suasananya terasa nyessss. Meskipun konsisinya memang sangat ramai, tapi ada damai yang terasa sampai ke hati. Terlebih ketika kami melihat Guru-guru kami, Habaib dan Alim Ulama, yang lewat di depan mata. Salah satu yang saat ingat dan kenali saat itu adalah Habib Jindan. Biasanya saya hanya tau beliau dari instagram, akhirnya saya bisa melihat langsung wajahnya yang begitu tentram. Maklum, saya masih awam. Berbeda dengan dua teman saya yang mengenali Habaib seperti sudah khatam.

Ketika berada di sana, keyakinan saya tentang keberkahan majelis ini semakin besar. Dzuriyat-Dzuriyat Baginda Rasulullah, para Alim Ulama, dan ribuat ummat islam berkumpul dalam majelis yang bernama Haul. Kemuliaan Haul Habib Ali Al Habsyi seperti menjadi magnet tersendiri. Salah satu cerita yang sering kita dengar adalah makbulnya doa. Jangankan di majelis yang dihadiri banyak Dzuriyat Nabi, bahkan di majelis ilmu biasa saja kita dianjurkan memperbanyak doa. Semoga kita semua menjadi golongan orang yang diberi hidayah Allah untuk bisa melangkah ke majelis-majelis.

Saya tidak bisa menceritakan dengan sempurna, kenapa di sana bisa sampai menitikan air mata. Pun saya tidak pernah membayangkan sebelumya, tentang bagaimana suasananya yang menggetarkan jiwa, hingga akhirnya saya benar-benar hadir dan duduk di sana. Rasanya mirip seperti ketika awal-awal saya tiba di Ar Raudhah, bahkan mungkin lebih dasyat lagi. Saya bersyukur Allah berikan hidayah dan izinkan hadir di majelis yang insyaAllah penuh berkah. Sampai jumpa di haul Solo berikutnya, insyaAllah :)


Link part selanjutnya klik di sini :)




Share:

0 comments:

Post a Comment