Sunday 15 September 2019

MY SPIRITUAL JOURNEY (Part 7) - Dia dan Doa

Assalamualaikum, apa kabar teman-teman?
Semoga kita selalu bahagia dan terjaga fi thoatillah :)

Sekembalinya dari Haul Solo, ada cerita menarik yang tidak saya sangka. Mungkin ini adalah pertanda bahwa Haul Habib Ali di Solo memang benar-benar istimewa. Salah satunya, banyak orang yang bercerita Allah kabulkan doa mereka. Tidak ada keraguan sedikitpun dalam hati untuk percaya bahwa cerita itu nyata. Terlebih ketika saya merasa Allah dengar apa yang saya minta. Ketika haul berlangsung, dengan kondisinya yang sedemikian rupa, saya reflek berdoa. Cerita lengkap mengenai kondisi saat haul ada di part sebelumnya. Jika teman-teman belum membacanya, silakan klik di sini.

Sebagai seorang insan yang bergama, saya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini adalah kehendak Allah ta'ala. Tidak ada yang namanya kebetulan, semua adalah rencanaNya. Terlepas dari bagaimana rencana Allah sesungguhnya, tapi sudah selayaknya kita sebagai manusia senantiasa berbaik sangka.

Awal januari 2019, ada nomor baru yang berkirim pesan lewat wa. Sepertinya akan kurang sopan kalau saya langsung tanya ini siapa. Jadi saya coba lihat profilnya untuk mengenali, namun sepertinya kami belum pernah berjumpa. Tapi kalau dilihat stylenya mungkin ini teman majelis yang biasa saling menyapa. Apalagi fotonya berdua dan saya merasa familiar dengan orang yang di sampingnya. Akhirnya saya beranikan tanya, "Maaf ini siapa?" dan dijawablah dengan menyebut nama.

Saya coba lihat lagi, apakah ada grup yang sama. Kalau benar ini santri raudhah juga, harusnya kami berada dalam beberapa grup yang sama. Ternyata satu-satunya grup yang sama adalah grup angkatan sekolah zaman dulu kala. Oh oke, berarti kami adalah teman lama. Sebagai panitia reuni, saya merasa masih punya tanggung jawab moral untuk silaturahmi dengan teman-teman semua. Makanya saya minta maaf ke dia karena belum menyimpan nomornya.

Alih-alih bertanya tentang pribadinya, saya justru lebih penasaran dengan orang yang ada di sampingnya. Ketika dia berkata "Putranya Habib Syech", seketika saya mulai "curiga" sepertinya ada "sesuatu" dibalik kedatangannya. Dia bertanya selayaknya teman lama yang tidak pernah berjumpa, tapi tidak dengan saya. Entah dia merasa atau tidak, saya lebih penasaran cari tahu apakah dia kenal majelis juga. Semakin lama jawabannya membuat saya makin curiga, hingga sampailah ke pertanyaan utama.

 "Kamu datang haul Solo kemarin?".

"Alhamdulillah" Jawabnya

Jawaban dari pertanyaan ini ibarat sebuah kunci gembok, jika tepat maka gerbang itu akan terbuka. Sebenarnya pintu pertemanan saya selalu terbuka, tapi menjadi lain ceritanya ketika orang yang datang seolah berkaitan dengan peristiwa sebelumnya. Seperti apa yang saya tulis di cerita sebelumnya, ketika haul saya sempat berdoa supaya Allah mengirimkan seseorang yang juga kenal Habaib, supaya saya tidak sendiri kalau datang haul lagi. Bukan karena saya tidak berani, tapi lebih kepada naluri untuk merasa aman dalam sebuah situasi.


Percakapan saya dengan seorang teman

Terlepas dari bagaimana cerita selanjutnya, tapi yang jelas kedatangannya ini sudah menjadi cerita yang istimewa. Meskipun kami teman lama, tapi saya dan dia tidak pernah mengenal sama sekali sebelumnya. Lalu, tiba-tiba dia hadir dalam hidup saya dikala saya baru saja berdoa. Telebih jarak dari 30 Desember ke Januari itu tidak lama. Meskipun belakangan hadir orang yang juga punya jawaban sama atas pertanyaan saya, tapi kesannya menjadi berbeda ketika mereka hadir kedua, ketiga, dan seterusnya. 

Memang bukan kapasitas saya untuk memastikan dialah orangnya, namun saya juga tidak percaya kalau ini kebetulan saja. Entah benar sebagai jawaban atas doa atau untuk rencana lainnya, yang jelas tidak mungkin Allah mendatangkan dia hanya untuk bercanda. Jalan ceritanya terlampau istimewa.

Campur tangan Allah yang begitu terasa membuat saya merasa tidak pantas untuk menilai dia sebagai dia. Terkadang sesuatu itu menjadi sangat berkesan bukan karena nilainya, namun siapa yang memberinya. Jika bukan karena Allah yang mengatur, bagaimana mungkin dua orang yang tidak saling mengenal bisa berjumpa dengan jalan cerita yang sedemikian rupa?. Allah yang datangkan, pun Allah yang atur waktunya, segalanya sudah tertulis dalam rencanaNya.

Habib Novel pernah berpesan "Kalau kalian menghormati saya jangan lihat sayanya, karena saya juga masih banyak kurangnya. Tapi lihatlah Kakek saya (Nabi Muhammad saw), niatkanlah menyenangkan Beliau. Kita sendiri juga pasti senang kalau ada orang yang sayang sama cucu kita".
Bagi saya, pesan Habib tersebut bisa berlaku untuk apa saja. Misalnya cerita ini, saya respect ke dia bukan karena apa yang ada pada dirinya, tapi karena siapa yang menghadirkannya di hidup saya. Kalau saya hanya melihat dia dari kaca mata manusia, jelas banyak sekali cela sebagaimana sayapun jauh dari kata sempurna. Setiap orang punya cara untuk menilai, pun setiap orang punya poin yang dianggapnya sebagai prioritas utama. Bagi saya, selagi hal-hal prinsipil itu sama, akan mudah untuk toleransi jika ada hal turunan yang berbeda.

Paket standar minimal yang didapat jika datang majelis ilmu adalah ampunan. Sedangkan paling besar adalah kenal Allah swt. Kalau sudah kenal Allah maka Allah akan mengenalkan dengan orang-orang yang dicintai Allah. Akan dikenalkan dengan makhluk-makhluk yang mencintai dan dicintai Allah swt. Makanya orang yang kenal Allah, dia akan kenal kekasih-kekasih Allah dan orang-orang baik dalam pandangan Allah. - Habib Novel Alaydrus
Pesan Habib Novel tersebut membuat saya percaya bahwa dia adalah orang baik, meskipun sayapun belum mengenal dia seutuhnya. Allah langkahkan saya ke Raudhah, lalu Allah hadirkan saya ke Haul bersama ribuan orang yang mengagungkan nama Allah. Tidak lama setelahnya, Allah pertemukan saya dengan dia. Sepatutnya berbaik sangka, boleh jadi dia adalah orang baik dalam pandangan Allah. Jangankan dia, bahkan orang yang sudah membuat saya menitikan air matapun juga tetap baik di mata saya. Bukan karena masih ada rasa, tapi bagaimanapun juga dia adalah orang yang dipilih Allah untuk menjadi bagian dari perjalanan spiritual saya.

Ibarat penjual minyak wangi dan pandai besi, teman yang baik akan bisa memberikan kita minyak wangi. Kalaupun tidak, kita tetap bisa mendapatkan bau wanginya. Kalau dia orang baik, tentu sudah seyogyanya saya menjaga dia dalam inner circle. Entah ilmu atau pengetahuan, tapi sedikit banyak pasti ada kebaikan yang dia berikan. Misalnya sesederhana mengingatkan kebaikan melalui setatusnya. Kalau suatu saat kamu membaca, saya pengen bilang "Terima kasih ya, semoga kamu istiqomah".

Semoga keputusan saya menulis ini bukanlah kesalahan. Awalnya saya urung menceritakan, sebab takut merusak jalan cerita yang Allah skenariokan. Bahkan untuk bercerita ke orang yang saya percayapun harus dengan penegasan. Biarlah saya simpan sampai suatu saat akan menjadi kejutan. Tapi setelah saya pertimbangkan, sekarang adalah waktunya cerita ini terpublikasikan. Kalau saya tidak menulis bagian ini di my spiritual journey, tentu ceritanya tidak akan sempurna terangkai. Skenario Allah sudah terlampau sempuna, kenapa harus dikurangi dan ditambahi?

Entah bagaimana cerita selanjutnya, yang terjadi-terjadilah. Tapi yang jelas bagian ini memberikan pelajaran berharga, jangan takut berdoa. Janji Allah itu pasti, ud'uni astajib lakum (Berdoalah kamu kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkannya). Pun, Allah sebenarnya malu ketika ada hambaNya yang berdoa tapi Allah menolaknya dengan tangan hampa.

Sumber: fatimahsyarha.com









Share:

0 comments:

Post a Comment